fbpx
Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

CS Pustaka
● online
CS Pustaka
● online
Halo, perkenalkan saya CS Pustaka
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka Setiap Hari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00 Hari Besar Islam Tutup
Beranda » Blog » Keberkahan dalam Sebutir Nasi, Jangan Dilalaikan Nanti Nasinya Nangis!

Keberkahan dalam Sebutir Nasi, Jangan Dilalaikan Nanti Nasinya Nangis!

Diposting pada 10 Desember 2024 oleh Redaksi / Dilihat: 274 kali / Kategori:

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Sejak kecil, kita telah diperingatkan untuk selalu menghabiskan makanan yang kita santap dan tidak menyisakannya barang sebutir nasi pun. Peringatan orang tua yang paling familier adalah, “Nanti nasinya nangis”. Waktu kecil kita benar-benar percaya dan tidak mempertanyakan bagaimana kemudian nasi bisa menangis, apakah air matanya sama dengan air mata manusia, dan lain sebagainya.

Setelah beranjak dewasa dan mampu berpikir rasional, kita menyadari bahwa hal itu hanya sebatas mitos. Akhirnya, “Nanti nasinya nangis” itu merupakan sebuah metafora agar kita dapat mengimplementasikan bentuk kebersyukuran dengan tidak membuang-buang rezeki. Metafora tersebut juga erat kaitannya dengan konsep larangan yang terdapat di dalam Islam, yakni mubazir (baca: menjadi sia-sia atau tidak berguna; terbuang-buang karena berlebihan). Kemampuan berpikir rasional itulah yang kemudian semakin mengukuhkan kita agar tidak menyisakan nasi walau sebutir nasi. Meskipun demikian, masih banyak juga yang melalaikan nasi atau makanan. Bahkan perilaku tersebut dengan sengaja dan dilakukan tanpa merasa bersalah sama sekali.

Memberikan peringatan atau larangan harusnya diikuti dengan contoh dan teladan. Begitu juga dalam memberikan adagium, “Makan harus dihabiskan, kalau tidak dihabiskan nanti nasinya nangis” harus diikuti dengan contoh dan teladan. Oleh karenanya, makan yang masih bersisa atau perilaku membuang-buang makanan dapat terjadi karena kesalahan memberikan teladan. Seharusnya, selain memberikan peringatan mesti diikuti dengan pemberian contoh yang baik.

Pada salah satu uraian hikmah yang disampaikan Buya Yahya, beliau mengatakan apabila makan maka habiskanlah makanan tersebut. Apabila bersisa bukan juga kemudian membuangnya. Sebab, tindakan tersebut sama dengan berbuat mubazir seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Perkara mubazir dapat diuraikan dengan luas, salah satunya mubazir dalam konteks urusan makanan seperti pada tulisan ini.

Makanan dapat dikatakan mubazir jika seseorang membuang suatu bagian dari makanannya, sekecil apa pun bagian itu. Oleh karena itu, kita dianjurkan menghabiskan makanan sampai tak bersisa. Agar makanan tidak bersisa, hendaknya ketika mengambil makanan itu dengan takaran yang cukup, tidak terlalu banyak. Sebab makan tidak bersisa bukan berarti ketika mengambil banyak makanan kemudian menyantap sepenuhnya. Akan tetapi, makan diatur secukupnya dan diperkirakan untuk habis.

Perbuatan berlebih-lebihan yang dikatakan juga sebagai perilaku mubazir itu tidak disukai oleh Allah Swt. Disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa,

اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-An’am: 141)

Baginda Nabi Muhammad Saw panutan kita semua sudah mengatur cara makan yang benar. Cara makan yang indah dari Nabi Saw adalah tidak makan kecuali terasa lapar dan berhenti makan sebelum kenyang, agar senantiasa terasa nikmat dan tentu tak meninggalkan sisa.

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi)

Janganlah terbiasa meninggalkan sebutir nasi. Mengikuti cara makan Nabi Saw ini akan menjadikan seseorang begitu menjaga nikmat Allah Swt melalui sepiring makanannya. Pandangan orang yang mengatakan menyisakan atau meninggalkan sebagian makanan adalah cara makannya orang yang berkecukupan dan makan sampai bersih dari sisa makanan adalah perbuatan yang menunjukkan bentuk kekurangan adalah pandangan-pandangan yang keliru. Justru, gemar menyisakan makanan semacam itu sama dengan membuang rezeki di samping banyak orang di luar sana yang kelaparan.

Kebolehan makan dengan bersisa itu hanya karena darurat saja, di mana ketika seseorang merasa sudah kenyang sekali dan benar-benar tidak mampu untuk menghabiskan makanannya. Pada kondisi tertentu, misal makanan tersebut terasa sudah basi atau jika dimakan akan membahayakan dirinya maka tidak memakannya itu diperbolehkan. Tentu makanan tersebut mesti diolah dan memiliki nilai yang bermanfaat. Seperti dijadikan pakan ternak sehingga menjadi rezeki bagi ternak tersebut. Bahkan terdapat makanan yang terbuat dari olahan nasi sisa yang masih layak makan, seperti rengginang, arem-arem, atau yang lainnya.

Kemudian yang jarang diperhatikan dari sebutir nasi yaitu keberkahannya. Ya, kita tidak akan pernah tahu pada butir nasi yang mana keberkahan makanan berada. Di saat seseorang menyisakan sebutir nasi di piring makannya lalu membuangnya, bisa saja keberkahannya terdapat pada sisa nasi yang di buang itu sehingga hilanglah berkah baginya. Selain itu, bisa jadi sebutir nasi yang dilalaikan tersebut menjadikan kita sebagai orang yang kufur nikmat.

Kufur nikmat atau perbuatan tidak menghargai karunia Allah Swt dapat menjadi sebab suatu rezeki dicabut oleh Allah Swt, karena orang yang melakukannya menjadi tidak layak Allah Swt beri. Sebagaimana firman Allah Swt berikut ini.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَ زِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya:

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras”. (Q.S. Ibrahim Ayat 7)

Teladan dan panutan kita Baginda Nabi Saw selalu menyelesaikan makan tanpa bersisa. Bahkan bagian-bagian makanan pada tangannya pun dibersihkan dengan mulut suci beliau. Hal tersebut yang kemudian menjadi kesunahan bagi umatnya. Keteladanan dari Nabi Saw ini begitu jelas dan contoh yang terbaik. Maka sambung dengan Nabi Saw dengan mengikutinya adalah sebab dihantarkannya kebaikan yang banyak di dunia dan di akhirat, termasuk untuk tidak menyisakan nasi ketika makan meski hanya sebutir.

Uraian di atas mestinya menjadi perhatian bagi siapa pun agar bersikap sederhana dalam urusan makanan. Semoga Allah Swt memberikan pemahaman akan batasan-batasan, sehingga tidak terjadi perbuatan melampaui batas-batas Allah Swt.

Wallahu A’lam Bishawab

 

Sumber: Al-Bahjah TV

Penulis: Asti Dwi Sripamuji

 

Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.

Tags: , ,

Bagikan ke

Keberkahan dalam Sebutir Nasi, Jangan Dilalaikan Nanti Nasinya Nangis!

Saat ini belum tersedia komentar.

Mohon maaf, form komentar dinonaktifkan pada halaman/artikel ini.
Muslimah Juga Bisa Mendapatkan Pahala Jihad Loh, Begini Caranya
3 April 2024

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Pada suatau ketika di zaman Nabi Muhammad Saw, terdapat keistimewaan bagi kaum laki-laki untuk senantiasa dekat kepada... selengkapnya

Memiliki Anak Perempuan Adalah Anugerah
10 November 2024

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Sebagian orang beranggapan bahwa kedatangan anak laki-laki lebih dinanti dibandingkan anak perempuan. Sebab, anak laki-laki dipercaya lebih... selengkapnya

Bulan Ramadan Bulan Berbahagia
26 Maret 2024

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Setiap kali menjelang Ramadan, sahabat Nabi Saw selalu bergembira menyambut kedatangannya. Kegembiraan itu terpancar di wajah dan... selengkapnya

2 Hari Jelang Pemilu, Buya Yahya Beri Pesan Sebelum Memilih
12 Februari 2024

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Pemilu menjadi ajang pesta demokrasi sekaligus medium aktualisasi hak dan kewajiban politik seluruh warga negara. Agar pemilu... selengkapnya

Fiqih mesin Cuci: Panduan Praktis Mencuci Pakaian Menggunakan Mesin Cuci Sesuai Syariat Islam
17 Juli 2023

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Mesin cuci merupakan salah satu alat yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat untuk membersihkan pakaian.... selengkapnya

Perjalanan Menuju Sebuah Perubahan yang Besar Memang Panjang dan Melelahkan
12 November 2024

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ... selengkapnya

Musyawarah Kerja Seluruh Divisi LPD Al-Bahjah Tahun Buku 2021
13 Desember 2021

Musyawarah Kerja Seluruh Divisi LPD Al-Bahjah Tahun Buku 2021 Cirebon, Pustaka Al-Bahjah News- Perkembangan teknologi dan informasi di segala bidang... selengkapnya

Anda Ingin Meniup Terompet di Malam Tahun Baru? Mari Simak Penjelasan Buya Yahya
28 Desember 2022

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Mendekati akhir bulan Desember, banyak orang yang sibuk mempersiapkan perayaan Tahun Baru Masehi. Banyak diantaranya ada... selengkapnya

Berpendidikan Tinggi Tapi Tidak Bermoral: Renungan Hakikat Pendidikan
27 November 2023

Pustaka Al-Bahjah – Cirebon, Betapa banyak kita temukan titel akademik dimiliki seseorang, tetapi moral mereka tidak mewakili orang-orang berpendidikan. Banyak... selengkapnya

Solusi Buya Yahya untuk Mengurangi Kasus Kekerasan dan Pelecehan pada Wanita
10 Juni 2024

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Pada era sekarang ini, banyak sekali kasus kekerasan dan pelecehan yang menimpa kaum wanita, dimulai dari pemerkosaan,... selengkapnya

Keberkahan dalam Sebutir Nasi, Jangan Dilalaikan Nanti Nasinya Nangis!

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: