
● online
Keberkahan dalam Sebutir Nasi, Jangan Dilalaikan Nanti Nasinya Nangis!
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Sejak kecil, kita telah diperingatkan untuk selalu menghabiskan makanan yang kita santap dan tidak menyisakannya barang sebutir nasi pun. Peringatan orang tua yang paling familier adalah, “Nanti nasinya nangis”. Waktu kecil kita benar-benar percaya dan tidak mempertanyakan bagaimana kemudian nasi bisa menangis, apakah air matanya sama dengan air mata manusia, dan lain sebagainya.
Setelah beranjak dewasa dan mampu berpikir rasional, kita menyadari bahwa hal itu hanya sebatas mitos. Akhirnya, “Nanti nasinya nangis” itu merupakan sebuah metafora agar kita dapat mengimplementasikan bentuk kebersyukuran dengan tidak membuang-buang rezeki. Metafora tersebut juga erat kaitannya dengan konsep larangan yang terdapat di dalam Islam, yakni mubazir (baca: menjadi sia-sia atau tidak berguna; terbuang-buang karena berlebihan). Kemampuan berpikir rasional itulah yang kemudian semakin mengukuhkan kita agar tidak menyisakan nasi walau sebutir nasi. Meskipun demikian, masih banyak juga yang melalaikan nasi atau makanan. Bahkan perilaku tersebut dengan sengaja dan dilakukan tanpa merasa bersalah sama sekali.
Memberikan peringatan atau larangan harusnya diikuti dengan contoh dan teladan. Begitu juga dalam memberikan adagium, “Makan harus dihabiskan, kalau tidak dihabiskan nanti nasinya nangis” harus diikuti dengan contoh dan teladan. Oleh karenanya, makan yang masih bersisa atau perilaku membuang-buang makanan dapat terjadi karena kesalahan memberikan teladan. Seharusnya, selain memberikan peringatan mesti diikuti dengan pemberian contoh yang baik.
Pada salah satu uraian hikmah yang disampaikan Buya Yahya, beliau mengatakan apabila makan maka habiskanlah makanan tersebut. Apabila bersisa bukan juga kemudian membuangnya. Sebab, tindakan tersebut sama dengan berbuat mubazir seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Perkara mubazir dapat diuraikan dengan luas, salah satunya mubazir dalam konteks urusan makanan seperti pada tulisan ini.
Makanan dapat dikatakan mubazir jika seseorang membuang suatu bagian dari makanannya, sekecil apa pun bagian itu. Oleh karena itu, kita dianjurkan menghabiskan makanan sampai tak bersisa. Agar makanan tidak bersisa, hendaknya ketika mengambil makanan itu dengan takaran yang cukup, tidak terlalu banyak. Sebab makan tidak bersisa bukan berarti ketika mengambil banyak makanan kemudian menyantap sepenuhnya. Akan tetapi, makan diatur secukupnya dan diperkirakan untuk habis.
Perbuatan berlebih-lebihan yang dikatakan juga sebagai perilaku mubazir itu tidak disukai oleh Allah Swt. Disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa,
اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-An’am: 141)
Baginda Nabi Muhammad Saw panutan kita semua sudah mengatur cara makan yang benar. Cara makan yang indah dari Nabi Saw adalah tidak makan kecuali terasa lapar dan berhenti makan sebelum kenyang, agar senantiasa terasa nikmat dan tentu tak meninggalkan sisa.
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi)
Janganlah terbiasa meninggalkan sebutir nasi. Mengikuti cara makan Nabi Saw ini akan menjadikan seseorang begitu menjaga nikmat Allah Swt melalui sepiring makanannya. Pandangan orang yang mengatakan menyisakan atau meninggalkan sebagian makanan adalah cara makannya orang yang berkecukupan dan makan sampai bersih dari sisa makanan adalah perbuatan yang menunjukkan bentuk kekurangan adalah pandangan-pandangan yang keliru. Justru, gemar menyisakan makanan semacam itu sama dengan membuang rezeki di samping banyak orang di luar sana yang kelaparan.
Kebolehan makan dengan bersisa itu hanya karena darurat saja, di mana ketika seseorang merasa sudah kenyang sekali dan benar-benar tidak mampu untuk menghabiskan makanannya. Pada kondisi tertentu, misal makanan tersebut terasa sudah basi atau jika dimakan akan membahayakan dirinya maka tidak memakannya itu diperbolehkan. Tentu makanan tersebut mesti diolah dan memiliki nilai yang bermanfaat. Seperti dijadikan pakan ternak sehingga menjadi rezeki bagi ternak tersebut. Bahkan terdapat makanan yang terbuat dari olahan nasi sisa yang masih layak makan, seperti rengginang, arem-arem, atau yang lainnya.
Kemudian yang jarang diperhatikan dari sebutir nasi yaitu keberkahannya. Ya, kita tidak akan pernah tahu pada butir nasi yang mana keberkahan makanan berada. Di saat seseorang menyisakan sebutir nasi di piring makannya lalu membuangnya, bisa saja keberkahannya terdapat pada sisa nasi yang di buang itu sehingga hilanglah berkah baginya. Selain itu, bisa jadi sebutir nasi yang dilalaikan tersebut menjadikan kita sebagai orang yang kufur nikmat.
Kufur nikmat atau perbuatan tidak menghargai karunia Allah Swt dapat menjadi sebab suatu rezeki dicabut oleh Allah Swt, karena orang yang melakukannya menjadi tidak layak Allah Swt beri. Sebagaimana firman Allah Swt berikut ini.
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَ زِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya:
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras”. (Q.S. Ibrahim Ayat 7)
Teladan dan panutan kita Baginda Nabi Saw selalu menyelesaikan makan tanpa bersisa. Bahkan bagian-bagian makanan pada tangannya pun dibersihkan dengan mulut suci beliau. Hal tersebut yang kemudian menjadi kesunahan bagi umatnya. Keteladanan dari Nabi Saw ini begitu jelas dan contoh yang terbaik. Maka sambung dengan Nabi Saw dengan mengikutinya adalah sebab dihantarkannya kebaikan yang banyak di dunia dan di akhirat, termasuk untuk tidak menyisakan nasi ketika makan meski hanya sebutir.
Uraian di atas mestinya menjadi perhatian bagi siapa pun agar bersikap sederhana dalam urusan makanan. Semoga Allah Swt memberikan pemahaman akan batasan-batasan, sehingga tidak terjadi perbuatan melampaui batas-batas Allah Swt.
Wallahu A’lam Bishawab
Sumber: Al-Bahjah TV
Penulis: Asti Dwi Sripamuji
Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.
Tags: berkah, nasi, sebutir nasi
Keberkahan dalam Sebutir Nasi, Jangan Dilalaikan Nanti Nasinya Nangis!
Ilmu nahwu adalah termasuk bagian dari sekian macam bidang ilmu dalam bahasa arab. Tanpanya sebuah susunan kalam tidak akan difahamai dengan benar sebagaimana yang dikatakan oleh al Imam al Imrithi: والنَّحْوُ أَولَى أَوَّلًا أَنْ يُعْلَمَا * إِذِ الكَلَامُ دُونَهُ لَنْ يُفْهَمَا “ilmu nahwu lebih utama untuk dipelajari terlebih dahulu Karena sebuah kalam bahasa arab tanpanya… selengkapnya
Rp 72.000 Rp 93.600Buku Fiqih Shalat karya Buya Yahya ini berisi pedoman lengkap mengenai hukum fiqih dan tata cara dalam menjalankan ibadah shalat. Sehingga dengan membaca buku ini kita akan mendapatkan pemahaman yang benar mengenai shalat sesuai dengan ajaran Rasulillah Saw. Buya Yahya menghadirkan risalah ini dengan susunan seringkas-ringkasnya. Hal ini dilakukan demi kemudahan para pembaca untuk belajar… selengkapnya
Rp 59.000Buku Fiqih Praktis Haid karya Buya Yahya memuat tiga bahasan utama, yaitu identifikasi dan ketentuan haid, nifas, dan istihadhoh yang dilengkapi dengan ketentuan mengenai cara serta waktu bersuci. Semuanya dipaparkan dalam buku ini dengan lebih praktis dan mudah dipahami. Karena permasalahan ini sangat erat hubungannya dengan bermacam-macam ibadah, seperti shalat, puasa, thawaf, dan lain-lain. Maka… selengkapnya
Rp 149.000Buku ini berisikan terjemahan kosa kata bahasa arab beserta latihan-latihannya yang semoga bisa memudahkan para pelajar atau pecinta bahasa arab untuk mempelajari dasar-dasar bahasa arab sehingga mereka mampu mempraktekkan dalam percakapan sehari-hari. ukuran: 17 cm x 25 cm (B5) Kertas Isi: Bookpaper Hitam Putih Sampul: Soft Cover, Laminasi Dof, Spot UV Emboss Jilid: Lem Panas… selengkapnya
Rp 40.000 Rp 52.000Buku Fiqih Bepergian karya Buya Yahya menghadirkan masalah umum yang sering dihadapi oleh kaum muslim dalam menjaga kualitas dan waktu shalat saat sedang bepergian. Buya Yahya memberikan penjelasan tentang kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi pelaksanaan shalat, seperti perbedaan zona waktu, keterbatasan ruang, susahnya mencari tempat wudhu, dan lain sebagainya. Buku ini memberikan solusi-solusi praktis yang… selengkapnya
Rp 23.000 Rp 43.000Buku Aqidah 50 karya Buya Yahya secara tuntas membahas pokok-pokok fundamental Aqidah Islam sebagaimana yang dibakukan oleh Ahlusunnah Waljama’ah. Buku ini menjadi penegas mengenai identitas dalam beraqidah yang benar, selain dengan mengikuti ulama Ahlusunnah Waljama’ah juga harus mengikuti cara beraqidahnya Ulama Asy’ariah atau Al-Maturidiyah, mengikuti caranya Ahlu Tasawuf (Sufi atau Sufiyah) dan mengikuti salah satu… selengkapnya
Rp 49.000Buku Fiqih Jenazah karya Buya Yahya adalah sebuah karya yang membahas secara komprehensif tentang tata cara dan hukum-hukum yang berkaitan dengan jenazah dalam agama Islam. Buku ini memberikan pemahaman mendalam, termasuk tuntutan sebelum seseorang meninggal, hingga pada proses pengurusan jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, pelaksanaan shalat jenazah, penguburan jenazah sampai takziah. Buya Yahya juga menjelaskan… selengkapnya
Rp 58.000Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Memiliki seorang ibu merupakan anugerah yang luar biasa sehingga berbakti kepadanya memiliki arti penting bagi seorang anak.... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Dalam era digital seperti saat ini, akses terhadap konten pornografi semakin mudah, dan hal ini menjadi perhatian... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Memasuki bulan Maulid (Rabi’ul Awwal) tahun 1445 Hijriah ini, persiapan untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Setidaknya di akhir pekan bulan ini orang-orang mulai melaksanakan aktivitasnya kembali. Suasana dan euforia pascaliburan membekaskan kesan... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-15 Syawal 1446 H/Senin 14 April 2025 M – Liburan santri formal Al-Bahjah Pusat telah usai. Para santri... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Silaturahmi merupakan salah satu amaliyah yang semakin sulit bahkan mulai ditinggalkan pada era high tech seperti sekarang... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Puasa Syawal merupakan salah satu puasa sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Buya Yahya... selengkapnya
Hakikat Kesuksesan Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Setiap orang menginginkan kesuksesan dalam kehidupannya. Hal itu merupakan bagian dari fitrah manusia. Adapun kesuksesan ini... selengkapnya
Cinta kepada Nabi merupakan hal yang sangat mudah untuk diucapkan. Akan tetapi, ternyata cinta kepada Nabi tidak sederhana dalam ucapan... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Baru-baru ini aktivitas “cek khodam” ramai di media sosial, khususnya di live TikTok dan Instagram. Pengguna media... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.