![](https://pustakaalbahjah.com/wp-content/uploads/2022/01/Katalog-Fiqih-Haid-1.jpg)
● online
- Kitab Bidayatul Wushul 4....
- BUKU FIQIH HAID - Cerdas Memahami Darah Wanita....
- BUKU PENGANTAR BAHASA ARAB....
- Silsilah Fiqih Praktis Jenazah....
- Kiat Mudah & Sukses Mendirikan dan Mengelola Sekol....
- Cara Menyusun Rencana Strategis SMPIT Boarding Sch....
- المعين المبين....
- Fiqih Bepergian Solusi Shalat di Perjalanan....
Mencium Tangan Guru: Tradisi Hormat atau Tanda Pengkultusan?
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Mencium tangan guru merupakan sebuah tradisi yang masuk ke dalam bab tabarruk. Tabarruk sendiri berarti mengambil berkah dari guru, orang saleh, atau orang yang dimuliakan. Namun, terdapat sebagian saudara kita dari kalangan muslim atau nonmuslim yang meragukan tradisi tabarruk tersebut, bahwa apakah hal tersebut dilakukan pada zaman Rasulullah Saw atau tidak, dan apakah diperbolehkan atau tidak. Mereka khawatir, jika mencium tangan gurunya akan jatuh kepada pengkultusan. Oleh karena itu, sering kali mereka meminta dalil spesifik yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw memperbolehkan para sahabat mencium tangan beliau.
Apabila kita membaca dengan saksama, kita akan menemukan banyak dalil berupa hadis-hadis yang menunjukkan bahwa para sahabat sering mencium tangan Rasulullah Saw. Hal ini mereka lakukan atas dasar ta’dziman lahu, yaitu bentuk penghormatan mereka kepada Rasulullah Saw. Salah satu dalilnya adalah sebuah riwayat sahih yang terdapat dalam Sunan Abi Dawud dan juga dalam Musnad Imam Ahmad, yang bersumber dari sahabat bernama Dzar’i. Beliau meriwayatkan bahwa ketika para sahabat melihat Rasulullah Saw datang ke Madinah, mereka turun dari kendaraan, lalu menghampiri beliau untuk mencium tangan dan kaki Rasulullah Saw. Hadis tersebut berbunyi:
عَنْ زَارِعٍ وَكَانَ فِيْ وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِيْنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ
Dari Zari’, ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata: Ketika sampai di Madinah, kami bersegera turun dari kendaraan kami, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi Saw. (HR. Abu Dawud)
Dalam riwayat ini, disebutkan bahwa para sahabat mencium tangan bahkan kaki Rasulullah Saw. Tentunya hadis ini melampaui apa yang dipertanyakan oleh sebagian saudara kita yang meminta dalil tentang boleh atau tidaknya mencium tangan Rasulullah Saw. Hadis ini secara eksplisit menjawab bahwa tidak hanya tangan, bahkan kaki Rasulullah Saw juga dicium oleh para sahabat sebagai bentuk penghormatan dan ta’zim kepada beliau. Hal ini menjadi dalil kuat bahwa tindakan tersebut bukanlah bentuk pengkultusan yang dilarang, melainkan ungkapan rasa hormat dan cinta yang mendalam kepada Rasulullah Saw.
Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad, yang bersumber dari sahabat bernama Al-Wazi’ bin Amir r.a. Dia pernah menceritakan bahwa ketika datang ke Madinah dan mengetahui bahwa orang yang mereka temui adalah Rasulullah Saw, mereka turun dari kendaraan, memegang tangan Rasulullah Saw, lalu mencium tangan dan kaki beliau. Hadis ini juga menunjukkan bahwa Rasulullah memperbolehkan hal tersebut.
Selain riwayat tentang para sahabat yang mencium tangan Rasulullah Saw, ada juga riwayat dari Sayyidina Suhaib r.a. dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad, di mana dia mengatakan:
رَأيْتُ عَلِيًّا يُقبّل يَدَ العَبَّاسْ وَرِجْلَيْهِ
Saya pernah melihat Sayyidina Ali r.a. mencium tangan dan kaki Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib.
Ini kembali menegaskan bahwa mencium tangan dan kaki antarsahabat sudah ada di zaman Rasulullah. Jika hal tersebut dilarang, tentu Sayyidina Ali r.a. tidak akan berani melakukannya.
Ketika kita membaca kitab Fathul Bari, syarah kitab hadis Sahih Bukhari yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, beliau mengutip riwayat yang menceritakan tentang Ka’ab bin Malik dan dua sahabatnya yang menerima hukuman karena tidak ikut dalam perang Tabuk dengan alasan yang jelas. Mereka mendapat hukuman dari Rasulullah Saw dengan tidak diajak bicara oleh beliau selama 50 hari. Namun, setelah mereka bertobat, pada hari ke-50, Rasulullah Saw mengabarkan bahwa Allah Swt telah menerima tobat mereka. Mengetahui hal tersebut, mereka mencium tangan Rasulullah Saw sebagai ungkapan syukur atas diterimanya tobat mereka. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah marah kepada para sahabat atas tindakan tersebut, yang merupakan bukti penghormatan mereka kepada beliau. Oleh karena itu, hadis yang menyebutkan larangan mengultuskan Rasulullah Saw atau guru tidak berhubungan dengan tindakan mencium tangan atau kaki guru, selama tidak ada niat untuk mengkultuskan sosok yang dihormati tersebut.
Para ulama, seperti Imam Anas bin Malik r.a. dan Imam Nawawi r.a., berpendapat mengenai boleh tidaknya seseorang mencium tangan guru atau orang saleh. Mereka sepakat bahwa jika orang yang dicium adalah orang yang saleh, berilmu, dan dimuliakan, maka melakukan hal tersebut disunahkan dalam agama. Namun, sebaliknya, jika tangan yang dicium adalah milik orang yang tidak memiliki kemuliaan ilmu, melainkan karena kekayaan atau alasan duniawi lainnya, maka menurut Imam Malik dan Imam Nawawi hal itu dimakruhkan dalam agama. Ini menunjukkan bahwa mencium tangan guru atau orang yang mulia karena kesalehannya diizinkan oleh Rasulullah Saw. Semoga kita tidak terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu sebelum meneliti hal tersebut dengan lebih cermat.
Wallahu ‘Alam Bisshowab
Penulis: Andi Nugraha
Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.
Tags: guru, hormat, kultus, mencium tangan, penghormatan, pengkultusan, takzim
Mencium Tangan Guru: Tradisi Hormat atau Tanda Pengkultusan?
Buku Aqidah 50 karya Buya Yahya secara tuntas membahas pokok-pokok fundamental Aqidah Islam sebagaimana yang dibakukan oleh Ahlusunnah Waljama’ah. Buku ini menjadi penegas mengenai identitas dalam beraqidah yang benar, selain dengan mengikuti ulama Ahlusunnah Waljama’ah juga harus mengikuti cara beraqidahnya Ulama Asy’ariah atau Al-Maturidiyah, mengikuti caranya Ahlu Tasawuf (Sufi atau Sufiyah) dan mengikuti salah satu… selengkapnya
Rp 49.000Buku “Oase Iman” memberikan pemahaman yang mendalam namun ringan sebagai siraman hati bagi siapa pun yang membacanya. Berisi catatan buah dari renungan singkat di sepanjang perjalanan penulis dalam menjalankan tugas dakwah di jalan Allah Swt. Dari pengalaman yang berharga tersebut kemudian menjadi hikmah yang bertebaran dan dikumpulkan, kemudian dihadirkan dengan harapan adanya kebaikan dan sesuatu… selengkapnya
Rp 87.000 Rp 93.000Buku Fiqih Praktis Haid karya Buya Yahya memuat tiga bahasan utama, yaitu identifikasi dan ketentuan haid, nifas, dan istihadhoh yang dilengkapi dengan ketentuan mengenai cara serta waktu bersuci. Semuanya dipaparkan dalam buku ini dengan lebih praktis dan mudah dipahami. Karena permasalahan ini sangat erat hubungannya dengan bermacam-macam ibadah, seperti shalat, puasa, thawaf, dan lain-lain. Maka… selengkapnya
Rp 149.000Buku “Sam’iyyat” karya Buya Yahya penting untuk kita memiliki sebagai buku pegangan dalam memiliki keyakinan yang benar. Dengan keyakinan yang benar maka kualitas keimanan seseorang akan semakin kuat. Mengimani sesuatu yang ghaib berdasarkan yang kita dengar tanpa melibatkan akal di dalamnya memerlukan upaya yang pelik. Namun dengan bahasa yang lugas, sederhana, dan dilengkapi dengan cara… selengkapnya
Rp 59.000 Rp 69.000Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sulit khusyu dalam shalat merupakan salah satu masalah yang seringkali dialami oleh setiap muslim. Meski shalat... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Dalam kehidupan bertetangga dengan non-muslim, tentu kita tidak dapat tenghindar dari hal-hal yang berhubungan dengan kepedulian... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Tabligh Akbar dalam rangkaian Safari Dakwah Buya Yahya di Aceh, Selasa 20 Jumadil Ula 1444 H/13... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Tidak lama lagi kita akan memasuki akhir tahun baru masehi. Pada malam tahun baru ini, seringkali... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Alhamdulillah. Acara Maulid dan Silaturahim Akbar 1445 Hijriah Satu Hati di Al-Bahjah terselenggara pada 2 Rabi’ul... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Syair atau puisi merupakan untaian kata-kata yang dibuat seseorang dan berisi ungkapan isi hati, pikiran, atau perasaan... selengkapnya
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sahabat Infaq Center Al-Bahjah ☺ Semoga Bapak/Ibu/Saudara/Saudari selalu dalam keadaan sehat walafiat dan selalu dalam lindungan Allah SWT,... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Saat ini kita telah memasuki bulan Dzulqa’dah. Bulan Dzulqa’dah yang merupakan bulan ke-11 dalam kalender Islam... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana tanda-tanda jodoh menurut Al-Qur’an? Apa yang membuat seseorang bisa disebut sebagai jodoh yang... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Ketika seorang wanita pada hari kemarin masih haid, namun ternyata ketika pagi di hari berikutnya ia yakin... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.