
● online
Gegara Dua Butir Kurma
Oleh: Herry Munhanif
Lelaki itu dengan susah payah menempuh perjalanan yang melelahkan selama berbulan-bulan, demi mendapatkan keikhlasan pemilik dua butir kurma yang telah masuk ke dalam perutnya.
Bagi kita, dua butir kurma yang sudah jatuh di tanah dan tak jelas siapa pemiliknya mungkin tak masalah apabila kita pungut dan makan. Tapi bagi seorang sufi seperti Ibrahim bin Adham, dua butir kurma itu sangat mengganggu sekaligus meresahkan hatinya. Ia khawatir dua butir kurma itu menjadi penghalang ibadah dan amalan-amalan yang dilakukannya. Bagaimana bisa demikian, simak kisahnya di bawah ini?
Memungut Kurma di Tanah
Saat musim haji tiba, di tengah-tengah kesibukan kaum muslim dengan ritual ibadahnya. Satu di antara jamaah di Tanah Suci itu adalah Ibrahim bin Adham, atau dikenal dengan sebutan Abu Ishak.
Usai menunaikan ibadah haji, lelaki itu mampir di sebuah toko yang berada di sekitar Masjidil Haram. Ia hendak berbelanja beberapa tangkai kurma. Tatkala kurma yang dibelinya sedang ditimbang dan dibungkus, dilihatnya ada dua butir kurma yang tergeletak di bawah kakinya. Ia menyangka kurma tersebut bagian dari kurma yang dibelinya sehingga tanpa pikir panjang ia pun memungut kemudian memasukkan ke dalam kantongnya.
Sepeninggalnya dari toko itu, seperti biasa kemudian ia membuka barang belanjaannya. Ia lantas menyantap kurma-kurmanya, termasuk dua butir kurma yang telah dipungut di bawah kakinya. Tak ada perasaan apa-apa kala itu, hanya saja timbul keinginannya untuk berziarah ke Baitul Maqdis. Keinginan itu terus menggebu sehingga akhirnya ia memutuskan untuk mempersingkat waktu tinggalnya di Makkah.
Tatkala ada kafilah yang hendak menuju ke sana, segeralah ia ikut dalam rombongan. Meskipun jarak tempuh menuju Baitul Maqdis memakan waktu perjalanan kurang lebih beberapa bulan lamanya, serta melewati gurun sahara yang panas nan bebukitan. Namun keletihan itu terbayar tuntas tatkala ia sampai di tempat tujuan.
Sesampainya di sana, lelaki itu memasuki tempat suci ketiga setelah Makkah dan Madinah, yakni Qubbatush Shakhra (Dome of The Rock) ─tempat yang dipercayai sebagai titik berangkatnya Nabi Muhammad Saw dalam peristiwa Mi’raj. Letaknya di kompleks al-Haram asy-Syarif (tempat suci yang mulia) yang berada di dalam tembok kota lama Yerusalem (Yerusalem Timur).
Tak dinyana, Ibrahim dapat masuk dengan mudah. Hatinya merasa gembira luar biasa. Sebab tempat ini diimpikan oleh banyak orang. Di tempat itu juga, ia melaksanakan salat dan berdoa dengan khusyuk sekali. Dalam dzikirnya itu, ia mendengar sayup-sayup dialog yang sedang membicarakan tentang dirinya.
“Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah dari Khurasan, Irak Barat. Setiap hari cukup banyak amal yang dilakukannya,” ujarnya.
“Benar,” jawab yang satunya spontan, “Tapi sekarang sudah tidak lagi, lantaran beberapa bulan yang lalu ia memakan kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram,” jawab yang satunya menimpali.
Kontan saja Ibrahim terhenyak.
Jadi, selama beberapa bulan ini, ibadah, salat, doa-doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah Swt. Hal itu dikarenakan ia telah memakan kurma yang bukan haknya. Sekujur tubuhnya seketika gemetaran. Sendi-sendinya seakan lunglai. Air matanya menetes membasahi tempat sujudnya.
“Astaghfirullahaladzim,” Ibrahim beristighfar.
Dialog tersebut membuat Ibrahim tak tenang. Tatkala pagi tiba, segeralah ia berkemas untuk berangkat lagi ke Makkah menemui pedagang kurma.
Meminta Keikhlasan
Perjalanan jauh kembali dilakukan. Dari Baitul Maqdis menuju Makkah. Ia bersikukuh untuk menemui pemilik dua butir kurma. Sebab, ini menyangkut amalnya. Menurutnya, jika tak ditemui dan diminta keikhlasannya, maka ia akan sangat merugi karena semua ibadah dan amal salehnya tak kunjung diterima oleh Allah Swt.
Setelah menempuh perjalanan melelahkan, sampailah ia bersama rombongan di Tanah Suci. Begitu turun dari kendaraan, ia langsung menuju tempat penjual kurma itu. Sayangnya, ia tidak menemukan pedagang tua yang dicarinya itu, melainkan hanya ada seorang anak muda.
“Nak, di mana bapak tua yang menjaga toko ini beberapa bulan yang lalu?” tanyanya.
“Oh, dia ayahku, Tuan. Beliau sudah meninggal sebulan yang lalu, dan sayalah yang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.”
“Ada apa tuan menanyakannya?” si pemuda balik bertanya.
Ibrahim langsung menceritakan semuanya sejak ia masih berada di Makkah hingga pengalamannya saat berada di Qubbatus Shakhra. Mendengar cerita ini, membuat pemuda itu menjadi terharu.
“Sekarang dua butir kurma itu telah saya ikhlaskan dan halal bagi tuan.”
“Mungkin ibumu atau saudara-saudaramu yang lain masih berhak menuntut kurma itu. Untuk itu, aku mohon, Nak! Bawalah aku ke keluargamu! Aku akan minta keikhlasan hati mereka untuk menghalalkan dua butir kurma yang telanjur kumakan,” desak Ibrahim.
Pemuda si penjual kurma akhirnya sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah orang sembarangan. Ia heran, ternyata di dunia ini masih ada orang yang menjaga betul makanan yang masuk ke dalam perutnya. Lantas pemuda itu menunjukkan rumah ibunya. Setelah Ibrahim mengetuk pintu rumah yang dimaksudkan, maka keluarlah perempuan tua yang berjalan dengan sebilah tongkat.
“Apa keperluan, Tuan?” tanya perempuan itu.
Ibrahim segera menceritakan semua pengalamannya kembali. Sehingga perempuan tua itu terpana dan segera mengatakan, “Sudah… saya ikhlaskan dua butir kurma itu buat tuan. Sekarang janganlah engkau bersedih lagi.”
“Bagaimana dengan anak-anak ibu yang lain?” sergah Ibrahim yang masih bersedih.
Anak-anak perempuan itu segera dipanggil semuanya. Setelah diceritakan apa yang dialami oleh Ibrahim, akhirnya mereka pun merelakan dua butir kurma itu. Mereka benar-benar takjub atas sikap Ibrahim, karena telah rela menempuh perjalanan jauh dan melelahkan hanya untuk memperoleh keikhlasan dua butir kurma yang sudah dimakannya.
Kini, hati Ibrahim lega. Pikirannya sudah plong. Sudah tak ada lagi yang mengganjal di hatinya. Ia kemudian meneruskan ibadah dan dzikirnya yang tertunda dengan kembali lagi ke Baitul Maqdis. Tatkala telah berada di Qubbatus Shakhra, ia mendengar dialog itu kembali.
“Dia datang lagi. Namun sekarang doa dan amalnya sudah tak terhalang lagi”
“Ya, karena dua butir kurma yang telah dimakannya sudah diikhlaskan oleh pemiliknya,” sahut yang satunya.
“Subhanallah… subhanallah…,” rintih Ibrahim.
Air matanya berurai. Hatinya gembira. Ia pun berujar, “Demi Allah! Untuk menjalani sisa umurku ini, aku berjanji bahwa perutku ini hanya akan aku isi dengan makanan yang jelas-jelas halal.”
Sebuah pelajaran agung dari kisah di atas bahwa apa pun yang kita makan haruslah jelas sumbernya, halal lagi baik (halalan thayyiban). Sebab, sekecil apa pun makanan atau minuman yang tak jelas masuk ke dalam tubuh, bisa menyebabkan amal saleh dan ibadah yang kita lakukan menjadi percuma. Mari kita teladani kisah Ibrahim bin Adham di atas.
Tags: Cerpen, Kisah Teladan
Gegara Dua Butir Kurma
Buku “Silsilah Fiqih Praktis Qurban” karya Buya Yahya merupakan sebuah panduan praktis yang memberikan pemahaman mengenai hukum dan tata cara pelaksanaan ibadah qurban. Dalam buku ini, Buya Yahya menjelaskan berbagai aspek yang terkait dengan qurban, mulai dari pengertian dan tujuan qurban, hukum-hukum yang terkait dengan hewan qurban, serta tata cara penyembelihan, pembagian, dan distribusi daging… selengkapnya
Rp 57.000FIQIH PRAKTIS SHALAT BERJAMAAH KARYA BUYA YAHYA Buku ini membahas tentang pentingnya dan tata cara melaksanakan shalat berjamaah, yaitu shalat yang dilakukan bersama-sama oleh sekelompok Muslim. Dalam buku ini, Buya Yahya mengupas secara mendalam mengenai tatacara shalat berjamaah. Mulai dari persiapan hingga pelaksanaannya. Buya Yahya membahas tentang adab-adab dan tata tertib dalam shalat berjamaah, seperti… selengkapnya
Rp 65.000Buku Fiqih Shalat karya Buya Yahya ini berisi pedoman lengkap mengenai hukum fiqih dan tata cara dalam menjalankan ibadah shalat. Sehingga dengan membaca buku ini kita akan mendapatkan pemahaman yang benar mengenai shalat sesuai dengan ajaran Rasulillah Saw. Buya Yahya menghadirkan risalah ini dengan susunan seringkas-ringkasnya. Hal ini dilakukan demi kemudahan para pembaca untuk belajar… selengkapnya
Rp 59.000Buku Fiqih Jenazah karya Buya Yahya adalah sebuah karya yang membahas secara komprehensif tentang tata cara dan hukum-hukum yang berkaitan dengan jenazah dalam agama Islam. Buku ini memberikan pemahaman mendalam, termasuk tuntutan sebelum seseorang meninggal, hingga pada proses pengurusan jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, pelaksanaan shalat jenazah, penguburan jenazah sampai takziah. Buya Yahya juga menjelaskan… selengkapnya
Rp 58.000Buku Fiqih Praktis Haid karya Buya Yahya memuat tiga bahasan utama, yaitu identifikasi dan ketentuan haid, nifas, dan istihadhoh yang dilengkapi dengan ketentuan mengenai cara serta waktu bersuci. Semuanya dipaparkan dalam buku ini dengan lebih praktis dan mudah dipahami. Karena permasalahan ini sangat erat hubungannya dengan bermacam-macam ibadah, seperti shalat, puasa, thawaf, dan lain-lain. Maka… selengkapnya
Rp 149.000Buku Indahnya Memahami Perbedaan Para Ulama (IMPPU) Karya Buya Yahya menjelaskan perbedaan keyakinan aqidah dan perbedaan pelaksanaan amalan ibadah-ibadah dalam Islam. Buku ini menghadirkan perbedaan tersebut berdasarkan sudut pandang para ulama secara komparatif. Sehingga segala bentuk perbedaan dan perdebatan yang kerap muncul di masyarakat dapat menjadi salah satu nuansa perbedaan yang harmonis, sehingga ekses negatif… selengkapnya
Rp 89.000Buku Fiqih Bepergian karya Buya Yahya menghadirkan masalah umum yang sering dihadapi oleh kaum muslim dalam menjaga kualitas dan waktu shalat saat sedang bepergian. Buya Yahya memberikan penjelasan tentang kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi pelaksanaan shalat, seperti perbedaan zona waktu, keterbatasan ruang, susahnya mencari tempat wudhu, dan lain sebagainya. Buku ini memberikan solusi-solusi praktis yang… selengkapnya
Rp 23.000 Rp 43.000Buku Aqidah 50 karya Buya Yahya secara tuntas membahas pokok-pokok fundamental Aqidah Islam sebagaimana yang dibakukan oleh Ahlusunnah Waljama’ah. Buku ini menjadi penegas mengenai identitas dalam beraqidah yang benar, selain dengan mengikuti ulama Ahlusunnah Waljama’ah juga harus mengikuti cara beraqidahnya Ulama Asy’ariah atau Al-Maturidiyah, mengikuti caranya Ahlu Tasawuf (Sufi atau Sufiyah) dan mengikuti salah satu… selengkapnya
Rp 49.000Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Siapa di antara Sahabat Pustaka yang gemar menulis? Ada informasi menarik dari Pustaka Al-Bahjah Kami membuka kesempatan... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Takwa merupakan inti dari perintah Allah Swt kepada hamba-Nya. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ‘yang paling... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Menulis dipandang sebagai kegiatan formal, kaku, culun, polos, etc yang dilakukan hanya untuk mengisi kekosongan waktu semata.... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Terdapat satu hadis Nabi Muhammad Sallahu ‘Alaihi Wassalam yang kurang lebih isinya orang beriman itu baik-baik saja keadaannya.... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Memasuki bulan Maulid tahun 1445 Hijriah ini, semangat merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw semakin memuncak di... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Wahai Muslimah, pernahkah kamu merasakan iman turun saat datang bulan? Sebenarnya persoalan ini bukan hanya terjadi saat... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Buya Yahya kembali hadir di Kota Cimahi dalam kajian rutin Majelis Al-Bahjah Bandung, Rabu 28 Rabiul... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Luka fisik maupun luka batin merupakan pelajaran berharga untuk lebih mengenal diri kita sendiri, memperkuat hati, dan... selengkapnya
Mimpi Bertemu Nabi (Sebuah Kebanggaan yang Tak Bisa Diungkapkan) Oleh: Admin 2 Disadur dari ceramah Buya Yahya (Pengasuh LPD... selengkapnya
Ramadan telah mengajarkan kita ketenangan hati, ketulusan jiwa dan kesabaran dalam berproses untuk mencapai kejayaan. Oleh karenanya, Ramadan bukan hanya... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.