
● online
Suara dari Gaza
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Di sebuah kamar sempit berukuran 3×4 meter, pada sudut kampung yang sunyi dari suara berita dunia, Umar menatap layar ponselnya yang retak. Video yang baru saja ia tonton masih membekas di benaknya seorang gadis kecil menggenggam tubuh ibunya yang telah membeku, sementara langit Gaza dibelah oleh deru pesawat-pesawat tanpa awak.
Tak ada suara. Tak ada tangis. Tapi Umar merasakan gempa di dadanya.
Ini bukan kali pertama ia menyaksikan tragedi semacam itu. Sudah berbulan-bulan ia mengikuti perkembangan Gaza. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya, ia membaca sebuah komentar yang menghantam batinnya:
“Berbicaralah. Tulislah tentang Gaza. Agar kelak ucapanmu dan tulisanmu hari ini bisa menjadi pembelamu di hari kiamat.”
Umar membaca kalimat itu berulang-ulang. Bukan karena ia tidak paham, tapi karena dadanya seakan baru saja diketuk oleh palu langit.
Ia menoleh ke arah rak bukunya yang berdebu. Puluhan buku filsafat, tafsir, sejarah peradaban Islam, dan sekumpulan makalah hasil diskusi kampusnya dulu berserakan tanpa arah. Ia pernah menjadi aktivis mahasiswa, orator tangguh, penulis artikel pedas yang berani mengkritik sistem kampus dan ketidakadilan birokrasi. Tapi sejak lulus, sejak bekerja di tempat seadanya, ia lebih sering diam. Lebih sering menjadi pengamat, bukan pelaku.
“Untuk apa?” gumamnya suatu malam, ketika ingin menulis tentang Palestina. “Tulisanku takkan mengubah dunia.”
Tapi hari ini berbeda.
Ia merasa, keheningannya selama ini adalah bagian dari kejahatan yang lebih besar: kebungkaman.
Malam itu, Umar duduk di depan laptop butut yang baterainya harus terus dicolok. Tangan kanannya menggenggam mouse, tangan kirinya menopang kepala yang berat oleh pikiran. Ia membuka lembar kosong, dan mengetikkan judul: “Suara yang Dibungkam: Catatan dari Negeri yang Terluka.”
Kata demi kata mengalir. Tentang anak-anak yang tidur tanpa selimut, ibu-ibu yang mengubur bayinya dengan tangan sendiri, ayah-ayah yang kehilangan istri dan pekerjaan dalam satu ledakan. Ia menulis bukan sekadar kabar—tapi luka. Bukan sekadar opini—tapi jeritan nurani.
Dan di sela tulisannya, Umar menyelipkan kritik yang selama ini ia tahan.
“Dunia Islam menjadi penonton. Kita memadati stadion-stadion sepak bola, bersorak hingga langit retak, tapi diam saat mendengar tangisan anak Gaza. Kita ramai-ramai menyerbu diskon elektronik, tapi tak punya waktu membuka donasi kemanusiaan. Kita posting makanan mewah di media sosial, tapi enggan menyebut satu kata untuk Palestina. Diam kita adalah pembiaran. Dan pembiaran kita adalah pengkhianatan.”
Ia berhenti. Tangannya gemetar. Takut? Mungkin. Tapi bukan pada manusia. Ia takut kepada Rabbnya.
“Dan janganlah kamu mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang zalim. Sesungguhnya Dia menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata mereka terbelalak.” (QS Ibrahim: 42)
Ayat itu terlintas dalam pikirannya. Ia tahu, diamnya hari ini bisa menjeratnya esok. Dan ia tak mau datang ke hadapan Tuhan dengan tangan kosong, tanpa satu pun suara untuk membela para syuhada.
Dua minggu kemudian, tulisannya tersebar. Tak viral, tapi cukup untuk membuat beberapa teman lamanya menghubungi. Ada yang memuji, ada yang bertanya, ada juga yang mengejek, “Kau pikir tulisanmu bisa hentikan perang?”
Umar hanya tersenyum getir. Ia tak sedang mencoba menjadi pahlawan. Ia hanya ingin menjadi saksi agar kelak, di hadapan Allah, ia bisa berkata:
“Aku pernah bersuara, Ya Rabb. Meskipun kecil. Tapi aku tidak diam.”
Ia tahu, setiap huruf yang ia tulis akan menjadi saksi. Setiap kalimat, akan bersaksi apakah ia tulus atau hanya ikut-ikutan. Tapi ia yakin, Tuhan Maha Tahu isi hati manusia.
Suatu malam, seorang pemuda bernama Fadli bekas kawan organisasinya dulu datang menemuinya. Wajahnya gelisah.
“Gue baca tulisan lo, Mar. Keras banget.”
Umar menatap Fadli tanpa banyak reaksi.
Fadli melanjutkan, “Gue malu, Mar. Kita dulu bareng-bareng demo soal keadilan. Tapi sekarang? Gue sibuk jualan online, mikirin konten. Lo masih sempat mikirin Gaza…”
Umar hanya tersenyum. “Kita semua sibuk, Li. Tapi kalau sampai nurani kita ikut sibuk dan hilang arah, itulah bencana sebenarnya.”
Fadli mengangguk pelan. Lalu berkata, “Ajarin gue nulis kayak lo, Mar. Biar suara kita banyak.”
Hari-hari berlalu. Umar terus menulis. Kadang satu artikel, kadang puisi, kadang hanya caption pendek di media sosial. Tapi satu hal tak pernah ia tinggalkan: membela mereka yang dibungkam.
Ia sadar, Gaza bukan sekadar wilayah konflik. Gaza adalah cermin. Ia mencerminkan ketidakadilan global, keberpihakan media, kemunafikan politik, dan kebekuan hati manusia. Dan yang paling menyakitkan adalah: kebungkaman umat Islam sendiri.
Ia pernah menulis:
“Bukan hanya bom yang membunuh Gaza, tapi juga diam kita yang terlalu nyaman.”
“Gaza tak butuh simpati kosong. Mereka butuh suara. Suara yang menyuarakan kebenaran meski retak, meski kecil, meski sendiri.”
Pada suatu malam, setelah shalat tahajud yang membuat matanya sembab, Umar duduk menatap langit. Ia berbicara pelan.
“Ya Rabb… aku bukan siapa-siapa. Tapi aku ingin jadi bagian dari orang-orang yang Engkau saksikan bersuara. Sekecil apa pun. Serendah apapun. Tapi bukan diam…”
Air matanya jatuh. Ia teringat kalimat itu lagi:
“Berbicaralah. Tulislah tentang Gaza. Agar kelak ucapanmu dan tulisanmu hari ini bisa menjadi pembelamu di hari kiamat.”
Ia tahu, Gaza bukan hanya tempat di peta. Tapi juga tempat di hati bagi siapa saja yang masih punya nurani. Dan tugasnya hanya satu: JANGAN DIAM.
“Yaa Allah, Dzat Yang Maha Melihat. Engkau yang menyaksikan darah anak-anak Gaza mengalir di tengah diamnya dunia. Engkau yang Maha Mendengar tangis para ibu yang kehilangan buah hati mereka. Jangan biarkan suara-suara yang membela mereka terhapus sia-sia. Catat setiap ucapan, setiap tulisan, setiap doa dari mereka yang mencoba menjadi saksi. Yaa Allah, kuatkan mereka yang terdzalimi, luaskan surga bagi syuhada Gaza, dan sembuhkan luka tanah suci–Mu dari tangan-tangan penjajah. Jadikan kami bagian dari mereka yang membela kebenaran, walau hanya dengan kata, walau hanya dengan doa. Karena kami tahu, di hari kiamat nanti, suara kami akan bersaksi apakah kami pernah berdiri di sisi yang benar, atau justru memilih diam saat kebenaran dipijak-pijak.” Aamiin
Penulis: Syariif Ahmad Ja’far Shoodiq
Penyunting: Idan Sahid
Suara dari Gaza
Buku Indahnya Memahami Perbedaan Para Ulama (IMPPU) Karya Buya Yahya menjelaskan perbedaan keyakinan aqidah dan perbedaan pelaksanaan amalan ibadah-ibadah dalam Islam. Buku ini menghadirkan perbedaan tersebut berdasarkan sudut pandang para ulama secara komparatif. Sehingga segala bentuk perbedaan dan perdebatan yang kerap muncul di masyarakat dapat menjadi salah satu nuansa perbedaan yang harmonis, sehingga ekses negatif… selengkapnya
Rp 89.000Buku ini berisikan terjemahan kosa kata bahasa arab beserta latihan-latihannya yang semoga bisa memudahkan para pelajar atau pecinta bahasa arab untuk mempelajari dasar-dasar bahasa arab sehingga mereka mampu mempraktekkan dalam percakapan sehari-hari. ukuran: 17 cm x 25 cm (B5) Kertas Isi: Bookpaper Hitam Putih Sampul: Soft Cover, Laminasi Dof, Spot UV Emboss Jilid: Lem Panas… selengkapnya
Rp 40.000 Rp 52.000Penerbit: Pustaka Al-Bahjah Penulis: Buya Yahya Tebal buku: xiii+124 Dakwah mempunyai makna mengajak diri dan orang lain kepada kebaikan, menjauhkan diri dan orang lain dari kemungkaran serta melestarikan semesta lalu menjaganya dari kerusakan. Semua dari kita yang merasa umat Rasulullah Saw harus bisa mengambil bagian dari tugas dakwah ini. Siapa pun kita, yang kaya, miskin,… selengkapnya
*Harga Hubungi CSBuku Aqidah 50 karya Buya Yahya secara tuntas membahas pokok-pokok fundamental Aqidah Islam sebagaimana yang dibakukan oleh Ahlusunnah Waljama’ah. Buku ini menjadi penegas mengenai identitas dalam beraqidah yang benar, selain dengan mengikuti ulama Ahlusunnah Waljama’ah juga harus mengikuti cara beraqidahnya Ulama Asy’ariah atau Al-Maturidiyah, mengikuti caranya Ahlu Tasawuf (Sufi atau Sufiyah) dan mengikuti salah satu… selengkapnya
Rp 49.000Buku Fiqih Jenazah karya Buya Yahya adalah sebuah karya yang membahas secara komprehensif tentang tata cara dan hukum-hukum yang berkaitan dengan jenazah dalam agama Islam. Buku ini memberikan pemahaman mendalam, termasuk tuntutan sebelum seseorang meninggal, hingga pada proses pengurusan jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, pelaksanaan shalat jenazah, penguburan jenazah sampai takziah. Buya Yahya juga menjelaskan… selengkapnya
Rp 58.000Buku Fiqih Praktis Haid karya Buya Yahya memuat tiga bahasan utama, yaitu identifikasi dan ketentuan haid, nifas, dan istihadhoh yang dilengkapi dengan ketentuan mengenai cara serta waktu bersuci. Semuanya dipaparkan dalam buku ini dengan lebih praktis dan mudah dipahami. Karena permasalahan ini sangat erat hubungannya dengan bermacam-macam ibadah, seperti shalat, puasa, thawaf, dan lain-lain. Maka… selengkapnya
Rp 149.000Buku Fiqih Bepergian karya Buya Yahya menghadirkan masalah umum yang sering dihadapi oleh kaum muslim dalam menjaga kualitas dan waktu shalat saat sedang bepergian. Buya Yahya memberikan penjelasan tentang kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi pelaksanaan shalat, seperti perbedaan zona waktu, keterbatasan ruang, susahnya mencari tempat wudhu, dan lain sebagainya. Buku ini memberikan solusi-solusi praktis yang… selengkapnya
Rp 23.000 Rp 43.000Buku “Hadist Jibril” karya Buya Yahya ini berisi penjabaran ringkas dari satu hadist Nabi Muhammad Saw yang masyhur dengan sebutan Hadist Jibril. Karena dalam hadist tersebut terjadi dialog antara Baginda Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril. Dalam dialog khusus tersebut Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan kepada kita tentang tiga pilar agama yang jika ada salah satu… selengkapnya
Rp 56.000Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Ketika kita menelusuri sejarah kejayaan Islam, salah satu fondasi utama yang menopang bangunan peradaban itu adalah akhlak. Rasulullah... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Pada beberapa kajian keagamaan yang sering bersileweran di media sosial, banyak di antaranya memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian mengerikan... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Saat ini kita semua tengah memasuki bulan Rajab. Ketika beberapa saat sebelum memasuki bulan Rajab ini,... selengkapnya
Balada Rindu Sang Bilal (Oleh: Husni A. Mubarak) Andai datang burung-burung surga padanya Bilal bin Rabah tetap memeras... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Menjelang lebaran, aktivitas penukaran uang lama dengan uang baru menjadi fenomena umum di masyarakat. Banyak orang yang... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Memiliki seorang ibu merupakan anugerah yang luar biasa sehingga berbakti kepadanya memiliki arti penting bagi seorang anak.... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sesungguhnya setiap bergulirnya waktu adalah saat yang tepat untuk bersanding dengan Rasulullah Saw. Setiap orang hendaknya... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Pada sebagian masyarakat indonesia, terdapat sebuah keyakinan bahwa bulan Suro atau Muharram adalah bulan keramat. Pada... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Sebagian orang beranggapan bahwa kedatangan anak laki-laki lebih dinanti dibandingkan anak perempuan. Sebab, anak laki-laki dipercaya lebih... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Salah satu yang selalu diperbincangkan dalam sebuah pernikahan adalah mahar. Mahar dapat diartikan sebagai pemberian pihak laki-laki... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.