● online
Kenapa Penetapan Awal Ramadan dan Syawal Kerap Berbeda?
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Ada dua metode paling populer untuk menentukan awal bulan Hijriyah, yakni rukyat dan hisab. Perbedaan metode ini terkadang menghasilkan keputusan yang berbeda, sekalipun tidak jarang juga menghasilkan keputusan yang sama.
Setiap menjelang Ramadan atau lebaran, pada saat itu pula muncul kontroversi penetapan awal bulan. Apa lagi bila keputusan pemerintah ternyata berbeda dengan yang berlaku di negara-negara muslim lainnya. Akibat perbedaan ini masyarakat awam kerap bingung; mana yang harus diikuti dan mana yang tidak.
Kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya karena ada perbedaan metode dalam penentuan awal bulan. Seperti kita ketahui, kalender Hijriyah itu berbeda dengan kalender Masehi. Perbedaanya yakni, pada bulan Masehi jumlah hari dalam 1 bulannya bermacam-macam; ada yang 28, 30, 31, bahkan ada yang 29 hari tiap 4 tahun sekali, tapi pada bulan Hijriyah hanya 29 hari atau 30 hari saja.
Di samping itu, kalender Masehi sudah pasti jumlah harinya di tiap-tiap bulannya, kecuali Februari yang biasanya 28 hari, tapi saat kabisat (4 tahun sekali) berjumlah 29 hari. Jadi, soal kalender Masehi tak ada masalah. Sementara Hijriyah, penentuan bulan berdasarkan teks hadits umumnya mesti melihat hilal di akhir tanggal 29.
Pernyataan jumlah hari dalam satu bulan Hijriyah ini tercatat dalam sebuah hadits,
“Sesungguhnya satu bulan itu hanya 29 hari. Oleh karena itu janganlah kamu berpuasa sebelum melihat tanggalnya dan jangan pula kamu berbuka sebelum melihat tanggalnya. Dan apabila kalian terhalang oleh mendung, maka sempurnakanlah hitungannya” (HR. Muslim dan Ahmad).
Ini berarti apabila hilal sudah nampak di akhir hari ke-29, maka petanda sudah memasuki bulan berikutnya. Sebaliknya bila belum nampak, mungkin karena faktor cuaca, seperti: mendung atau tertutup awan, maka mesti menggenapkan menjadi 30 hari.
Metode Rukyat
Bersumber dari beberapa hadits yang ada, pada dasarnya menyangkut penetapan awal Ramadan atau Syawal diukur dengan terlihatnya hilal di ufuk. Hilal merupakan tanda yang jelas bagi masuknya awal bulan. Ini diisyaratkan oleh Allah Swt,
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji” (QS. al-Baqarah: 189).
Hilal (bulan sabit) atau dalam istilah astronomi disebut crescent, adalah bagian dari bulan yang menampakkan cahayanya terlihat dari bumi sesaat setelah matahari terbenam. Hanya saja perangkat untuk menetapkan munculnya hilal tersebut berbeda.
Pada masa Rasul, media yang digunakan sangatlah sederhana dan alami. Mengingat saat itu umat masih buta huruf, tidak bisa menulis dan membaca, maka cara untuk melihat hilal dengan mata kepala.
Ibnu Umar meriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda,
“Janganlah kalian puasa sampai kalian melihat hilal. Janganlah kalian berbuka sampai kalian melihatnya. Jika menutupi kalian, perkirakanlah oleh kalian.”
Ketika para sahabat berhasil melihat hilal, tidak serta-merta mereka menetapkannya, melainkan hasil penglihatan (rukyat) tersebut dilaporkan kepada Rasulullah Saw. Selanjutnya beliaulah sebagai kepala negara yang menetapkannya.
Inilah yang dinamakan dengan metode rukyat. Namun pelaku rukyat tentu bukan sembarang orang melainkan yang punya otoritas; seperti ahli fiqih, ahli rukyat, ahli hisab. Bahkan seiring dengan perkembangan, perangkatnya pun sudah menggunakan teknologi yang lebih maju. Bukan dengan mata telanjang belaka agar bisa dideteksi lebih akurat.
Menentukan awal bulan dengan cara melihat hilal (rukyat) ini merupakan pendapat mayoritas ulama salaf dan khalaf, termasuk di dalamnya empat Imam Mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad). Namun demikian, apabila cara rukyat tidak berhasil karena terhalang cuaca yang tidak bersahabat, maka selanjutnya adalah dengan menyempurnakan hitungannya menjadi 30 hari (istikmal), seperti dinyatakan dalam hadits di atas.
Metode Hisab
Metode lain untuk menetapkan awal bulan adalah hisab (yakni perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan). Memang pada masa Nabi Saw, pengamatan hilal merupakan satu-satunya metode untuk menentukan kapan orang mulai berpuasa/lebaran. Sedang sekarang ini, dimungkinkan untuk menetapkan awal bulan baru dengan teknologi canggih yang memiliki akurasi tinggi. Bahkan dengan metode hisab, awal bulan sudah bisa diketahui jauh-jauh hari.
Lagi pula observasi hilal dalam hadits soal rukyatul hilal terkait dengan konteks masyarakat yang waktu itu masih buta huruf. Berhubung sekarang sudah ada alat dan ilmu yang mampu mengetahui untuk menetapkan awal bulan dengan akurat, maka berarti illat (sebab) ‘ummi (buta huruf, buta tulis) ─seperti dinyatakan dalam hadits─ sudah tidak ada lagi.
Dalam kaidah fiqih menyebut bahwa berlakunya suatu aturan atau hukum terkait dengan ada atau tidaknya alasan. Oleh sebab itu, apabila tidak ada alasan, maka status yuridis aturan yang bersangkutan otomatis gugur.
Penggunaan metode ini mendasarkan pada firman Allah Swt,
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus: 5).
Oleh karena itu, hadits “Apabila awan menutupi kalian, prediksikanlah oleh kalian hilal itu” menurut Mutharrif ibn Abdullah ─salah seorang tokoh tabi’in─ Abu al-Abbas ibn Suraij, Ibn Qutaibah, dan lainnya, mengartikannya dengan memprediksikan sesuai dengan hisab bintang. Tentu saja, yang melakukan hisab adalah yang mumpuni bidang tersebut.
Abu al-Abbas Ibnu Suraij, salah seorang tokoh Syafi’i, menyatakan bahwa seseorang yang mengerti ilmu astronomi, jika mengetahui dengan perhitungannya bahwa besok masuk bulan Ramadan, ia wajib puasa karena telah mengetahui awal bulan berdasarkan dalil. Ini sama nilainya jika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Karena itu, para penyokong metode kedua ini, hisab dinilai lebih praktis karena dapat menentukan tanggal lebih awal.
Terlepas beda dua metode di atas, maka untuk meminimalisir kebingungan umat terkait penetapan awal Ramadan atau Syawal, para ulama berfatwa bahwa ulil amri-lah (pemerintah) yang punya otoritas untuk menetapkannya. Khusus di Indonesia, diputuskan melalui sidang isbat (penetapan) Kementerian Agama yang bekerja sama dengan berbagai ormas Islam yang ada di tanah air.
Penulis: Herry Munhanif
Kenapa Penetapan Awal Ramadan dan Syawal Kerap Berbeda?
Buku “Oase Iman” memberikan pemahaman yang mendalam namun ringan sebagai siraman hati bagi siapa pun yang membacanya. Berisi catatan buah dari renungan singkat di sepanjang perjalanan penulis dalam menjalankan tugas dakwah di jalan Allah Swt. Dari pengalaman yang berharga tersebut kemudian menjadi hikmah yang bertebaran dan dikumpulkan, kemudian dihadirkan dengan harapan adanya kebaikan dan sesuatu… selengkapnya
Rp 87.000 Rp 93.000Buku “Dzikir Harian” yang ditulis oleh Buya Yahya adalah dzikir-dzikir yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dzikir-dzikir yang dihadirkan merupakan dzikir yang dianjurkan dan diamalkan oleh Nabi Muhammad Saw serta para sahabatnya. Dimulai dari tasbih, tahmid, takbir, beserta doa-doanya. Dzikir sebagai upaya senantiasa mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, dzikir harus diamalkan secara konsisten… selengkapnya
Rp 25.000 Rp 27.000Buku Fiqih Thaharah (Bersuci) karya Buya Yahya ini disusun berdasarkan berbagai kitab-kitab yang terpercaya dengan tetap memperhatikan sumber utamanya, yakni al-Qur’an dan Hadits. Buku ini sangat cocok dibaca bagi setiap pemula yang tahu dan belajar lebih banyak ilmu fiqih khususnya tentang thaharah. Sebab, risalah karya Buya Yahya ini sengaja dihadirkan dengan susunan seringkas-ringkasnya. Buku Fiqih… selengkapnya
Rp 60.000Penerbit: Pustaka Al-Bahjah Penulis: Nur Sobarie, M.Pd. Tebal buku: viii+56 “Pedoman Ring Satu Buya Yahya (Memahami Peran, Tanggung Jawab, dan Dinamika Hubungan Guru-Murid)” adalah sebuah buku pedoman komprehensif yang dirancang khusus untuk anggota ring satu Buya Yahya, yaitu individu-individu terpilih yang menjadi kepercayaan beliau dalam menjalankan visi dan misi dakwah. Buku ini menggali lebih dalam… selengkapnya
*Harga Hubungi CSBuku Fiqih Praktis Haid karya Buya Yahya memuat tiga bahasan utama, yaitu identifikasi dan ketentuan haid, nifas, dan istihadhoh yang dilengkapi dengan ketentuan mengenai cara serta waktu bersuci. Semuanya dipaparkan dalam buku ini dengan lebih praktis dan mudah dipahami. Karena permasalahan ini sangat erat hubungannya dengan bermacam-macam ibadah, seperti shalat, puasa, thawaf, dan lain-lain. Maka… selengkapnya
Rp 149.000Cirebon, Pustaka Al-Bahjah News-Petugas Keamanan LPD AL-Bahjah Cirebon Menutup Jalan untuk Sementara Waktu pada Saat Shalat Berjamaah Sedang Berlangsung di... selengkapnya
Orang yang melaksanakan shalat pasti akan terhindar dari perbuatan jahat, keji dan mungkar. Sebaliknya, orang yang tidak melaksanakan shalat akan... selengkapnya
Aku tak menyangka jika kegemaranku bermain di perpustakaan umum dekat tempat tinggalku dapat mengantarkanku ke menara gading. Sungguh itu di... selengkapnya
Event Organizer: Mendekorasi dengan Hati “Tanda Bukti” Kecintaan kepada Nabi ﷺ PUSTAKA AL-BAHJAH-SEKILAS INFO MAULID NABI MUHAMMAD-1443 H-Dari beberapa persiapan... selengkapnya
Mimpi Bertemu Nabi (Sebuah Kebanggaan yang Tak Bisa Diungkapkan) Oleh: Admin 2 Disadur dari ceramah Buya Yahya (Pengasuh LPD... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sesungguhnya setiap bergulirnya waktu adalah saat yang tepat untuk bersanding dengan Rasulullah Saw. Setiap orang hendaknya... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan ini, umat Islam didorong untuk meningkatkan ibadah... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Pada sebagian masyarakat indonesia, terdapat sebuah keyakinan bahwa bulan Suro atau Muharram adalah bulan keramat. Pada... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Salah satu kesunnahan pada Hari Raya Iduladha dan Idulfitri adalah mengumandangkan takbir. Takbir sendiri terbagi kedalam... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim apapun keadaannya. Siapapun yang... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.