● online
Kisah di Balik Penulisan Kalender Islam yang Tidak Banyak Orang Ketahui
Oleh: Ustadz Maulid Johansyah (Dewan Asatidz LPD Al-Bahjah)
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sebagaimana umat nasrani yang mempunyai penanggalan atau kalender masehi, umat Islam juga mempunyai kelender Islam yang dikenal dengan kalender hijriyyah. Jika kita mendengar istilah penanggalan atau kalender hijriyyah, maka penulisan kalender tersebut berdasarkan pada hijrahnya Rasulullah dari kota Mekkah menuju kota Madinah yang terjadi pada tahun ke 13 semenjak diangkatnya beliau menjadi Rasul. Diriwayatkan dari sahabat Sahl bin Sa’d :
عن سهل بن سعد قال : ما عدوا من مبعث النبي صلى الله عليه وسلم ولا من وفاته، ما عدوا إلا من مقدمه المدينة (رواه البخاري)
“ Dari sahabat Sahl bin Sa’d beliau berkata : mereka para sahabat tidak memulai tarikh atau sejarah Islam dari diutusnya Nabi atau wafatnya, tetapi mereka memulainya dari saat beliau tiba di kota Madinah”[1].
Akan tetapi penetapan kalender Islam belum ditulis semenjak beliau hijrah ke kota Madinah sampai beliau wafat. Perputaran satu tahun pada masa setelah hijrahnya beliau masih berdasarkan waktu semenjak diangkat Rasulullah menjadi Rasul.
Bangsa arab sebelum dilahirkan Rasulullah sebenarnya sudah mengenal nama-nama bulan hijriyyah dari muharram sampai dzulhijjah. Hanya saja mereka belum mempunyai patokan tahun dalam perputaran 12 bulan. Mereka hanya berpatokan dengan kejadian-kejadian besar, seperti kisah pembangunan ka’bah, banjir ‘arim yang menimpa kaum saba’ dan tahun gajah, tahun kelahiran Rasulullah SAW yang terjadi pada tahun kejadian penyerangan ka’bah oleh pasukan raja Abrahah. Maka mereka menamakan tahun tersebut dengan tahun gajah[2].
Penetapan kelender Islam atau kalender hijriyyah ditulis pada masa khilafah Sayyidina Umar bin Khattab. Bermula dari surat yang dikirim oleh Abu Musa al Asy’ari yang saat itu diangkat oleh Khalifah sebagai gubernur di sebuah daerah. Dalam suratnya beliau mengeluhkan: “Wahai Khalifah, saat engkau memberi kami memberikan surat yang berisi perintah, di surat tersebut tidak ditulis tanggal dan tahunnya sehingga kami tidak tahu kapan kami harus melaksanakan perintahmu”.
Setelah mendapat surat dari Abu Musa al Asy’ari, Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah dalam penentuan awal penanggalan bagi umat Islam. Kemudian lahirlah beberapa pendapat dari para sahabat dalam penentuan awal kalender Islam berdasarkan empat kejadian penting di masa Rasulullah, yaitu kelahiran Rasulullah, diutusnya beliau sebagai Rasul, waktu wafatnya beliau dan waktu hijrahnya beliau ke Madinah.
Pendapat yang berdasarkan waktu dilahirkan dan diutusnya beliau tidak diambil karena kedua peristiwa tersebut masih diperselisihkan dalam penentuan tanggalnya. Begitu juga pendapat yang berdasarkan waktu wafatnya Rasulullah tidak diambil karena hal tersebut akan menjadi kenangan menyedihkan bagi umat Islam saat mengingat waktu wafatnya Rasulullah. Maka yang disepakati oleh para sahabat dari pendapat-pendapat tersebut adalah bahwa kalender Islam ditulis berdasarkan waktu hijrahnya Rasulullah ke Madinah.
Para sahabat kembali bermusyawarah untuk menentukan bulan apa yang dijadikan permulaan awal bulan dalam kalender Islam yang berdasarkan waktu hijrahnya Rasulullah? Kemudian disepakati bahwa permulaan awal tahun hijriyyah dimulai dari bulan Muharram karena bulan Muharram jatuh setelah bulan Dzulhijjah yang merupakan bulan kembalinya kaum muslimin dari peristiwa yang besar yaitu ibadah haji dan karena rencana hijrah sudah ada dari mulai bulan Muharram[3].
Dari ringkasan sejarah penetapan kalender hijriyyah yang paling penting adalah hikmah dari kejadian hijrahnya Rasulullah ke Madinah. Hijrah tersebut merupakan awal pergerakan baru dakwah Rasulullah dan awal kebangkitan umat Islam. Itulah yang dinamakan hijrah, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain untuk menjadi lebih baik lagi. Di kota Madinah lah beliau membangun pusat peradaban Islam sehingga tersebarlah cahaya petunjuk Islam ke seluruh penjuru dunia yang juga sampai kepada kita pada saat ini.
Hijrah belum selesai hanya dengan hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari kota Mekkah ke kota Madinah, tetapi masing-masing setiap muslim masih dituntut untuk melakukan hijrah, hijrah dari meninggalkan kewajiban menjadi taat melaksanakannya, hijrah dari hal yang Allah murkai kepada hal yang Allah ridhai. Itulah makna hijrah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah:
المسْلِمُ مَن سَلِمَ المسلِمُونَ مِن لِسَانِه وَيَدِه والمهَاجِرُ مَن هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنهُ (رواه أحمد)
“seorang muslim adalah jika orang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya (dari kezolimannya) dan seorang yang berhijrah adalah dia yang berhijrah dari sesuatu yang Allah larang”[4]
Pelajaran lain yang bisa diambil dari peristiwa hijrah adalah bahwa untuk menggapai dan mencari sesuatu yang besar dibutuhkan pengorbanan yang besar pula. Para sahabat yang berhijrah bersama Nabi mereka rela meninggalkan dan mengorbankan segala yang mereka miliki demi mencari ridho Allah dan rasul-Nya. Karena surga yang Allah Swt janjikan tidak didapatkan dengan cuma-cuma. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ (التوبة: 111)
“Sesungguhnya Allah membeli dan orang-orang mu’min jiwa dan harta bahwa bagi mereka balasan berupa surga” (Q.S At-Taubah Ayat 111)
Referensi
[1] shohih al Bukhori, Muhammad bin Isma’il al Bukhori. Juz : 5, hal : 68
[2] At taqwim dirosah taqwim wa tauqit wa tarikh, Akrom Hasan al ‘Alabi. Hal : 47
[3] fathul bari syarah Shohih al Bukhari, Ibnu Hajar al ‘Asqollani. Juz :7. Hal : 268
[4] Musnad Ahmad, Ahmad bin Hambal juz : 11 hal : 66
Tags: Hijriyyah, Kalender Islam, Muharram
Kisah di Balik Penulisan Kalender Islam yang Tidak Banyak Orang Ketahui
Buku “Hadist Jibril” karya Buya Yahya ini berisi penjabaran ringkas dari satu hadist Nabi Muhammad Saw yang masyhur dengan sebutan Hadist Jibril. Karena dalam hadist tersebut terjadi dialog antara Baginda Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril. Dalam dialog khusus tersebut Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan kepada kita tentang tiga pilar agama yang jika ada salah satu… selengkapnya
Rp 66.000Maulid Ad Diba’ merupakan salah satu kitab maulid yang dibaca dalam rangka meneladani sîrah Rasulullah saw sekaligus bershalawat kepadanya. Salah satu bentuk penyebaran agama Islam adalah melalui peringatan hari lahir pembawa risalah Islam, Nabi Muhammad saw. Kitab Maulid Ad Diba’i menjadi kita yang dibaca pada peringatan hari lahir Nabi Muhammad Saw. Sebagai ungkapan syukur perayaan… selengkapnya
Rp 25.000Buku “Dzikir Harian” yang ditulis oleh Buya Yahya adalah dzikir-dzikir yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dzikir-dzikir yang dihadirkan merupakan dzikir yang dianjurkan dan diamalkan oleh Nabi Muhammad Saw serta para sahabatnya. Dimulai dari tasbih, tahmid, takbir, beserta doa-doanya. Dzikir sebagai upaya senantiasa mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, dzikir harus diamalkan secara konsisten… selengkapnya
Rp 25.000Buku Aqidah 50 karya Buya Yahya secara tuntas membahas pokok-pokok fundamental Aqidah Islam sebagaimana yang dibakukan oleh Ahlusunnah Waljama’ah. Buku ini menjadi penegas mengenai identitas dalam beraqidah yang benar, selain dengan mengikuti ulama Ahlusunnah Waljama’ah juga harus mengikuti cara beraqidahnya Ulama Asy’ariah atau Al-Maturidiyah, mengikuti caranya Ahlu Tasawuf (Sufi atau Sufiyah) dan mengikuti salah satu… selengkapnya
Rp 79.000Buku Fiqih Jenazah karya Buya Yahya adalah sebuah karya yang membahas secara komprehensif tentang tata cara dan hukum-hukum yang berkaitan dengan jenazah dalam agama Islam. Buku ini memberikan pemahaman mendalam, termasuk tuntutan sebelum seseorang meninggal, hingga pada proses pengurusan jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, pelaksanaan shalat jenazah, penguburan jenazah sampai takziah. Buya Yahya juga menjelaskan… selengkapnya
Rp 58.000Buku Fiqih Bepergian karya Buya Yahya menghadirkan masalah umum yang sering dihadapi oleh kaum muslim dalam menjaga kualitas dan waktu shalat saat sedang bepergian. Buya Yahya memberikan penjelasan tentang kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi pelaksanaan shalat, seperti perbedaan zona waktu, keterbatasan ruang, susahnya mencari tempat wudhu, dan lain sebagainya. Buku ini memberikan solusi-solusi praktis yang… selengkapnya
Rp 43.000Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Dunia ini sangat sementara. Segala yang kita miliki dan kita sayangi akan kita tinggalkan. Tidak ada... selengkapnya
Ramadan telah mengajarkan kita ketenangan hati, ketulusan jiwa dan kesabaran dalam berproses untuk mencapai kejayaan. Oleh karenanya, Ramadan bukan hanya... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Puasa Syawal merupakan salah satu puasa sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Buya Yahya... selengkapnya
Bismillahirrahmaniirahim. Allhummah shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbini wasallim. Alhamdulillah, sejak tanggal 18 Oktober 2023 lalu hingga... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Nabi Muhammad Saw pernah menyebut bahwa wanita adalah sebaik-baiknya perhiasan dunia. Wanita disebut sebagai perhiasan dunia karena... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Indonesia akan menghadapi pemilihan umum (pemilu) pada tahun 2024 mendatang. Pemilu sendiri merupakan sarana bagi rakyat... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Pada sebagian masyarakat indonesia, terdapat sebuah keyakinan bahwa bulan Suro atau Muharram adalah bulan keramat. Pada... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Belakangan ini permainan mesin capit boneka marak sekali di masyarakat, banyak diantaranya yang berbondong-bondong memainkan mesin... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Pulau Kalimantan menjadi tujuan safari dakwah Buya Yahya selanjutnya setelah sebelumnya Buya melakukan safari dakwah di... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Setelah menjalankan puasa di bulan Ramadan, kemudian kita masuk pada bulan Syawal. Ramadan sering disebut sebagai bulan... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.