fbpx
Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

CS Pustaka
● online
CS Pustaka
● online
Halo, perkenalkan saya CS Pustaka
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka Setiap Hari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00 Hari Besar Islam Tutup
Beranda » Blog » Kecerdasan Hati sebagai Dasar Kebangkitan Generasi Islam

Kecerdasan Hati sebagai Dasar Kebangkitan Generasi Islam

Diposting pada 24 Agustus 2024 oleh Redaksi / Dilihat: 188 kali / Kategori:

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Pernahkah kita menyaksikan sebuah gebyar yang menjunjung tinggi kepintaran? Saat masih anak-anak, kita mungkin pernah mendengar dengan telinga kita sendiri, “Kamu harus menjadi anak pintar agar nanti menjadi orang sukses!”. Akan tetapi, sesungguhnya kita harus merasa khawatir, jangan-jangan kepintaran yang disuarakan itu hanyalah kepintaran lahir yang hanya bisa disaksikan oleh kedua mata semata, bukan kecerdasan hati dan moral yang mampu menembus nurani manusia. Sehingga yang terjadi hanyalah perlombaan untuk mengangkat manusia dari keterbelakangan daya pikir, tetapi tidak diikuti dengan kecerdasan hati dan kebangkitan moral.

Pentingnya Kecerdasan Hati

Kecerdasan sesungguhnya dimulai dari kecerdasan hati, ruh, dan moral. Jika ruh bangkit, maka jasad pun akan bangkit. Jika hati hidup, maka akal pun akan selamat dan berjaya. Hingga pada akhirnya kemuliaan akan tercapai dan derajat manusia terangkat.

Jika kita lalai akan kecerdasan hati, maka sungguh kepintaran otak, sepintar dan secemerlang apa pun itu hanya akan mengantarkan pada keterbelakangan mental dan kehancuran moral semata.

Makna Kemajuan yang Sesungguhnya

Manusia sering salah dalam memaknai sebuah kemajuan, sehingga beranggapan bahwa ketertinggalan pendidikan adalah keterbelakangan dan kepintaran otak adalah lambang kemajuan. Kita mungkin pernah mendengar orang-orang menyuarakan, “Mengentaskan kebodohan untuk menyongsong kemajuan” sehingga kebodohan sering dituduh sebagai sebab dari kemunduran bangsa.

Sering dikatakan bahwa pelacuran sebabnya karena tidak berpendidikan, pencurian yang disalahkan adalah karena kemiskinan. Padahal sesungguhnya yang berzina bukan hanya orang yang tidak berpendidikan, orang yang memiliki gelar pun ada yang berzina. Pencurian selalu dialamatkan pada kemiskinan, padahal korupsi dan budaya suap menyuap itu dilakukan oleh pejabat kaya yang berpendidikan. Maka di sini kita perlu memahami makna kemajuan dan kemunduran yang sesungguhnya.

Perlu kita tegaskan bahwa,

“Kemajuan yang sesungguhnya adalah majunya moral, sedangkan kemunduran yang sesungguhnya adalah mundurnya moral!”.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita memperhatikan lebih dalam mengenai pendidikan hati dan akhlak. Hati yang baik dan akhlak yang mulia akan melahirkan rahmat dan kasih sayang. Siapa pun orang yang memiliki kasih sayang, akan sulit baginya untuk berbuat zalim kepada dirinya dan orang lain. Sedangkan saat hatinya kosong dari kasih sayang, akan mudah baginya untuk berbuat aniaya. Karena itulah saat seseorang berbuat aniaya, sesungguhnya itu karena hatinya kosong dari kasih sayang.

Teladan Kemajuan Moral dan Kecerdasan Hati

Nabi Muhammad Saw. merupakan manusia yang diutus sebagai wujud dari kasih sayang Allah Swt kepada semesta dan seluruh isinya. Artinya, kehadiran Nabi Muhammad Saw adalah untuk menciptakan kasih sayang di semesta.

Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiya ayat 107:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Pendidikan yang diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw merupakan pembinaan kasih sayang terhadap seluruh makhluk di alam semesta yang puncaknya adalah kemanusiaan yang sesungguhnya, yaitu tentang bagaimana seharusnya manusia berbuat di dunia ini sebagai makhluk yang berakal dan berhati nurani cerdas.

Implementasi Kecerdasan Hati dan Akal

Penerapan kasih sayang kepada sesama manusia dan makhluk Allah Swt dapat dimulai dari kerinduan untuk menghadirkan keindahan di dunia, hingga mengabadikannya dalam keindahan di akhirat kelak. Karena itulah agama melarang untuk berbuat zalim kepada sesama. Sesama yang mencakup diri, keluarga, tetangga, semua manusia, dan bahkan binatang. Berbuat hal yang menjadikan diri sendiri dan orang lain tersakiti sangatlah dilarang. Artinya, apa pun yang kita lakukan harus ada keserasian antara kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat, karena apa pun yang kita lakukan pasti ada konsekuensi dan pertanggungjawabannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Oleh karena itu, gemerlapnya kemajuan secara lahiriah bukanlah hakikat dari sebuah kemajuan jika tujuannya bukan untuk kebaikan di dunia dan di akhirat. Bahkan sangat mungkin majunya sebuah industri, teknologi, dan kompetensi manusia justru menghadirkan penganiayaan terhadap manusia dan alam semesta. Hal tersebut jika tidak diikuti dengan kesadaran hati yang rindu kebahagiaan abadi di dunia hingga akhirat.

Buya Yahya dalam buku Oase Iman pernah menyampaikan,

“Yang membangun kemajuan untuk keuntungan diri di dunia saja akan tidak sadar dan bahkan tidak peduli saat harus merugikan orang lain di dunia dan akhirat.”

Semoga kita termasuk golongan orang yang peduli terhadap hal ini untuk menjadi manusia yang cerdas hati dan akalnya. Amin.

 

Ditulis oleh: Iim Ainunnaim Muhammad

Sumber ide dan inspirasi: Buku Oase Iman (Refleksi Problematika Umat) karya Buya Yahya

 

Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.

Tags: , , ,

Bagikan ke

Kecerdasan Hati sebagai Dasar Kebangkitan Generasi Islam

Saat ini belum tersedia komentar.

Mohon maaf, form komentar dinonaktifkan pada halaman/artikel ini.

Kecerdasan Hati sebagai Dasar Kebangkitan Generasi Islam

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: