fbpx
Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

CS Pustaka
● online
CS Pustaka
● online
Halo, perkenalkan saya CS Pustaka
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka Setiap Hari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00 Hari Besar Islam Tutup
Beranda » Blog » Berpendidikan Tinggi Tapi Tidak Bermoral: Renungan Hakikat Pendidikan

Berpendidikan Tinggi Tapi Tidak Bermoral: Renungan Hakikat Pendidikan

Diposting pada 27 November 2023 oleh Redaksi / Dilihat: 665 kali / Kategori:

Pustaka Al-Bahjah – Cirebon, Betapa banyak kita temukan titel akademik dimiliki seseorang, tetapi moral mereka tidak mewakili orang-orang berpendidikan. Banyak juga kita temui orang-orang yang merasa risih karena kenakalan orang-orang yang dinilai pintar. Ini melambangkan sebuah kegagalan dari proses pendidikan yang mereka tempuh.

Pendidikan yang sesungguhnya berorientasi pada hati, bukan yang berorientasi pada akal pikiran.

Hakikat Pendidikan

Pendidikan sendiri dalam bahasa Arab diterjemahkan menjadi tarbiyah.

Hakikat tarbiyah ialah pembenahan jalinan manusia dengan Allah Swt dan sesama manusia yang berpusat di hati.

Oleh karena itu, kecerdasan akal tidak bisa menjadi jaminan keberhasilan dalam pendidikan (tarbiyah). Ilmu yang sangat memadai pun tidak bisa menjamin bahwa seseorang telah mendapatkan pendidikan yang baik.

Sejarah mencatat bahwa kaum Yahudi menolak kenabian Rasulullah Saw, padahal mereka 100% tahu bahwa beliau adalah Nabi yang diutus oleh Allah Swt sekaligus Nabi yang mereka tunggu-tunggu. Berita tentang datangnya utusan terakhir ini termaktub di dalam kitab suci mereka sendiri. Mereka tidak menerima kedatangan Nabi Muhammad Saw bukan karena tidak tahu, tetapi karena ada kesalahan di dalam tarbiyah mereka sehingga ilmu mereka tidak membantu mereka dalam menginsyafi keberadaan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang Nabi dan Rasul. Kegagalan tarbiyah ini menyebabkan hilangnya sifat insyaf (sadar) dari diri mereka, yang akhirnya mendatangkan sifat dengki dan takabbur kepada Nabi Muhammad Saw.

Demikian pentingnya peranan hati ini dalam pendidikan. Jika tidak dijaga dengan baik, maka akan menjerumuskan diri sendiri.

Hambatan Pendidikan

Karena medan pendidikan ialah di dalam hati, maka penyakit-penyakit yang dapat mengganggu pendidikan itu berada di dalam hati. Penyakit di dalam hati sangat sulit untuk dideteksi, apa yang dapat kita lihat hanya tindak tanduk lahir seseorang yang merupakan pancaran dari dalam hati. Tidak mudah untuk membedakan apakah pancaran tersebut asli atau palsu. Pergerakan hati sendiri sering terjadi perlahan tanpa terasa, tiba-tiba saja hati kita sudah berubah dan subur oleh penyakit. Oleh sebab itu, dalam mendidik, para murabbi (pakar tarbiyah) sejati─selain menasihati muridnya untuk sering mendengarkan wejangan-wejangan ruhani─ mereka juga melatih muridnya untuk bermujahadah dan riyadhah dalam memerangi hawa nafsu.

Bahkan latihan seperti ini lebih mereka dahulukan sebelum ilmu itu sendiri.

Sebab ilmu yang tidak dibarengi dengan tarbiyah yang benar hanya akan menjadikan hati penyandangnya semakin kotor.

Kunci Keberhasilan Pendidikan

Kunci keberhasilan tarbiyah/pendidikan seseorang ialah kesadarannya akan kelemahan dirinya. Karena ini merupakan pintu masuknya hikmah dan pelajaran.

Tidak ada artinya sejuta petuah bagi seseorang yang merasa dirinya tidak perlu kepada petuah itu.

Orang yang menginginkan tarbiyah akan selalu membuka hatinya untuk menerima apa saja yang menjadikan dirinya semakin baik. Bahkan “merasa baik” sendiri merupakan tanda seseorang tidak menyadari kelemahan dirinya. Orang yang merasa sudah tawadhu, saat itu ia telah tersungkur ke dalam jurang takabbur.

Upaya untuk menghadirkan sifat-sifat terpuji selama proses tarbiyah ialah dengan introspeksi. Berupayalah untuk selalu istrospeksi dengan terus waspada akan tercemarnya hati oleh penyakit. Selalu lihat diri sendiri membutuh resep-resep untuk mengobati penyakit hati. Orang yang sadar dalam introspeksinya tidak akan sibuk mencocok-cocokkan resep itu untuk orang lain, sebaliknya, ia selalu menjadikan dirinya objek utama dan pertama. Dengan begitu, sifat-sifat terpuji akan mudah muncul.

Sumber: Isi pemikiran dalam artikel ini diambil dari buku Oase Iman Jilid I (Buya Yahya)

Bagikan ke

Berpendidikan Tinggi Tapi Tidak Bermoral: Renungan Hakikat Pendidikan

Saat ini belum tersedia komentar.

Mohon maaf, form komentar dinonaktifkan pada halaman/artikel ini.

Berpendidikan Tinggi Tapi Tidak Bermoral: Renungan Hakikat Pendidikan

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: