
● online
(Cerpen) Menara Masjid
DI SEBUAH sekolah menengah Islam terpadu yang berdiri di pinggiran kota, terdapat sebuah masjid yang bermenara menjulang anggun. Menara itu tampak kokoh, dengan puncaknya yang seolah ingin menyentuh langit. Adapun di sekelilingnya, halaman sekolah selalu riuh dengan langkah para siswa. Bagi kebanyakan orang, menara itu hanyalah sebatas arsitektur. Namun bagi Rasyif, menara adalah ruang rahasia.
Setiap kali bel pulang berbunyi dan teman-temannya berlarian meninggalkan sekolah, Rasyif justru berjalan menuju masjid. Ia menaiki tangga sempit yang berputar, satu per satu, hingga mencapai ruang kecil di puncak menara. Dari sana, ia bisa melihat atap-atap rumah, pohon-pohon yang bergoyang ditiup angin, bahkan cahaya matahari sore yang memantul di jendela-jendela kelas sekolahnya.
Tempat itu sunyi. Tidak ada suara selain desau angin dan dengungan samar kehidupan dari kejauhan. Dan di sanalah Rasyif menemukan kedamaian yang tidak bisa ia temukan di tempat lain.
“Kenapa kau sering ke menara sendirian?” tanya seorang temannya suatu kali. Pertanyaan itu disampaikan dengan nada penasaran, bahkan sedikit heran.
Rasyif hanya tersenyum samar. “Karena di atas sana, aku bisa mendengar diriku sendiri.”
Jawaban itu membuat temannya terdiam. Tidak semua orang mengerti bagaimana sunyi bisa lebih berharga daripada keramaian. Di bawah, semua orang tertawa, bercanda, bermain bola, atau sibuk dengan gawai. Tapi di menara, Rasyif belajar berbicara dengan hatinya sekaligus dengan Tuhannya.
Awalnya, Rasyif merasa kesendirian itu adalah pelarian. Sebab, ia sering merasa tidak dianggap di antara teman-temannya. Kata-kata mereka kadang melukai, meski dengan gurauan.
“Ah, si pendiam itu lagi.”
“Jangan harap dia ikut main, dia pasti menolak.”
Dan sebagainya.
Ucapan-ucapan kecil seperti itu perlahan membangun dinding di sekeliling hatinya. Dan menara masjid menjadi tempat ia bersembunyi. Namun semakin lama, ia justru merasakan sesuatu yang berbeda. Di sana, saat angin menerpa wajahnya, saat bayangan langit berubah warna, ia mulai merasa ditemani.
“Mungkin inilah caranya Allah mengajakku bicara,” batinnya.
Suatu kali ia pernah menulis di buku catatannya.
“Kesunyian menara bukan kekosongan. Ia adalah ruang di mana aku bisa menangis tanpa dilihat siapa pun, dan tersenyum karena merasakan Allah begitu dekat.”
Suatu sore, ketika Rasyif duduk termenung di menara, seorang guru agama lewat. Sosok bijak yang bernama ustadz Rahman itu dikenal dekat dengan murid-murid. Melihat Rasyif duduk sendirian, ia naik dan mendekatinya.
“Apa yang kau cari di sini, Rasyif?” tanyanya lembut.
“Entahlah, Ustadz. Aku hanya merasa… di sini aku bisa tenang. Tapi kadang aku juga merasa kosong.”
Ustadz Rahman tersenyum. “Kosong bukan berarti buruk. Kosong itu seperti wadah. Kau bisa mengisinya dengan apa saja. Jika kau isi dengan keluhan, ia akan menjadi beban. Tapi jika kau isi dengan dzikir dan doa, ia akan menjadi cahaya.”
Rasyif terdiam, meresapi kalimat itu. Ustadz Rahman lalu menambahkan, “Pernah dengar perkataan Buya Yahya? Beliau bilang, ‘Kesepian akan hilang ketika hati terhubung dengan Allah. Jika engkau merasa sendiri, mungkin karena hatimu belum benar-benar mengenal Dia.’ Kau paham maksudnya?”
Rasyif menunduk, menahan haru. Ia mengangguk pelan. “Mungkin… mungkin aku memang belum benar-benar mengenal-Nya.”
Sejak hari itu, setiap kali duduk di menara, Rasyif mencoba mengisi kekosongannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Ia mulai membaca surah Yasin, Al-Mulk, atau sekadar mengulang-ulang dzikir sederhana. Dan ia mulai merasakan, sepi tidak lagi menakutkan.
WAKTU berlalu, hingga suatu hari ujian yang lebih berat datang. Ibunya jatuh sakit keras, dan keluarganya harus berjuang dengan biaya pengobatan. Rasyif yang biasanya pendiam, tiba-tiba harus menjadi lebih dewasa dari usianya. Ia sering bolak-balik dari sekolah ke rumah sakit, sambil tetap menjaga prestasi belajarnya.
Menara masjid kembali menjadi saksi tangisannya. Di sana, ia meluapkan doa, “Ya Allah, aku lelah. Tapi jangan biarkan aku jatuh. Jika kesunyian ini adalah cara-Mu mendidikku, ajari aku agar kuat.”
Tangisnya pecah, tapi di tengah tangis itu ia merasakan sesuatu yang lain. Bukan sekadar perasaan sendiri, tetapi kehadiran yang menenangkan. Ia teringat firman Allah: “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)
Ayat itu membekas di hatinya. Terngiang-ngiang mengeliminasi pikiran kalutnya. Setelahnya pikiran jernihnya pulih kembali. Belajar menerima ujian bukan sebagai musibah, melainkan sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk menguatkannya.
TAHUN-TAHUN berlalu. Rasyif tumbuh menjadi pribadi yang matang, tidak lagi sekadar murid yang mencari pelarian. Ia menjadikan menara sebagai gurunya. Dari atas menara, ia belajar bahwa dunia ini luas, bahwa masalah yang ia hadapi hanyalah sebagian kecil dari kehidupan. Dari sana pula ia belajar bahwa doa yang lirih bisa melampaui langit, lebih tinggi dari puncak menara itu sendiri.
Ketika akhirnya ia lulus, teman-temannya baru menyadari bahwa di balik sikap pendiamnya, Rasyif menyimpan kekuatan. Ia menjadi pribadi yang mampu memberi nasihat bijak, meski dengan kata-kata sederhana.
“Kesendirian bukan musuh. Ia bisa menjadi sahabat terbaikmu, asalkan kau mengisinya dengan Allah. Jangan lari dari sunyi, karena dalam sunyi kau akan mendengar suara hatimu, dan di sanalah Allah paling dekat.”
Penulis: Syariif Ahmad Ja’far Shoodiq
Penyunting: Idan Sahid
Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara klik link ini.
(Cerpen) Menara Masjid
Penerbit: Pustaka Al-Bahjah Penulis: Maulid Johansyah, M.Pd. Tebal buku: xi+138 Buku saku Kosa Kata (Almufrodat) Sehari-Hari ini merupakan pelengkap untuk buku Pengantar Belajar Bahasa Arab yang menjelaskan secara singkat tentang qoidah-qoidah dasar. Kosa kata (Almufrodat) disebutkan oleh para pakar bahasa sebagai salah satu unsur dalam belajar bahasa Arab selain qoidah. Tanpanya bagaimana mungkin seseorang dapat… selengkapnya
Rp 23.000 Rp 29.900Buku Indahnya Memahami Perbedaan Para Ulama (IMPPU) Karya Buya Yahya menjelaskan perbedaan keyakinan aqidah dan perbedaan pelaksanaan amalan ibadah-ibadah dalam Islam. Buku ini menghadirkan perbedaan tersebut berdasarkan sudut pandang para ulama secara komparatif. Sehingga segala bentuk perbedaan dan perdebatan yang kerap muncul di masyarakat dapat menjadi salah satu nuansa perbedaan yang harmonis, sehingga ekses negatif… selengkapnya
Rp 89.000Buku “Sam’iyyat” karya Buya Yahya penting untuk kita memiliki sebagai buku pegangan dalam memiliki keyakinan yang benar. Dengan keyakinan yang benar maka kualitas keimanan seseorang akan semakin kuat. Mengimani sesuatu yang ghaib berdasarkan yang kita dengar tanpa melibatkan akal di dalamnya memerlukan upaya yang pelik. Namun dengan bahasa yang lugas, sederhana, dan dilengkapi dengan cara… selengkapnya
Rp 59.000 Rp 69.000Buku Buya Yahya yang berjudul Ramadhaniat secara rinci menjelaskan amalan-amalan yang dapat dilakukan oleh seorang muslim di bulan Ramadan. Buku ini memberikan panduan mudah bagi setiap muslim dalam merencanakan program amalan di bulan Ramadan. Dengan penjelasan yang sederhana dan praktis Buya Yahya mengupas tuntas kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia di bulan Ramadan dan bagaimana… selengkapnya
Rp 115.000Buku “Hadist Jibril” karya Buya Yahya ini berisi penjabaran ringkas dari satu hadist Nabi Muhammad Saw yang masyhur dengan sebutan Hadist Jibril. Karena dalam hadist tersebut terjadi dialog antara Baginda Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril. Dalam dialog khusus tersebut Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan kepada kita tentang tiga pilar agama yang jika ada salah satu… selengkapnya
Rp 56.000Buku Fiqih Jenazah karya Buya Yahya adalah sebuah karya yang membahas secara komprehensif tentang tata cara dan hukum-hukum yang berkaitan dengan jenazah dalam agama Islam. Buku ini memberikan pemahaman mendalam, termasuk tuntutan sebelum seseorang meninggal, hingga pada proses pengurusan jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, pelaksanaan shalat jenazah, penguburan jenazah sampai takziah. Buya Yahya juga menjelaskan… selengkapnya
Rp 58.000Buku Pengantar Bahasa Arab Para ahli bahasa menyebutkan bahwa maharoh/kemampuan berbahasa ada empat, yaitu (istima’, kalam, qiroah, dan kitabah). Keempatnya harus dipelajari secara berurutan. Maharoh kalam adalah kemampuan berbicara (speaking) untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Buku ini adalah pengantar bagi yang ingin belajar maharom kalam dari tingkat dasar…. selengkapnya
Rp 29.000 Rp 38.000Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Agama Islam merupakan ajaran yang menjunjung tinggi kedudukan nilai keadilan, kemanusiaan, kemulian, dan kesetaraan. Sejak datangnya Islam... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Para pencinta Rasul terus menunjukkan semangat besar mereka dalam mencintai Nabi tercinta. Semangat mencintai Nabi Saw... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Satu kebaikan yang dilakukan oleh seseorang berarti ia tengah meneladani satu akhlak Nabi. Sebab, kebaikan dengan segala... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Mengadakan perayaan dengan suara keras yang dihasilkan dari sepiker berdaya tinggi seakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Pernahkah kita menyadari bahwa yang bisa asing itu bukanlah semata persahabatan, keakraban, atau perkenalan, melainkan diri kita... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Di beberapa daerah pesisir yang dekat dengan laut, masyarakat kerap menghadapi kenyataan bahwa sumber air yang tersedia terasa... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Wajah moral anak bangsa belakangan ini tampaknya kian bopeng. Banyak pemberitaan yang membuat kita menitikkan air mata.... selengkapnya
KEBERSAMAAN DIVISI DAKWAH DAN MEDIA DALAM MERAIH IMPIAN BERSAMA Rasa semangat merupakan hal yang sangat penting dalam hidup seseorang guna... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Perayaan maulid Nabi Muhammad saw semarak di mana-mana. Namun, sebenarnya apa tujuan dari perayaan maulid Nabi... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon-Setelah berusaha dengan maksimal tapi belum menghasilkan sesuatu yang diharapkan, maka jalani dan syukuri saja. Sebab, hidup tidak... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.