● online
Kisah Nabi Zakariya dan Rumus Terkabulnya Doa
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Buya Yahya saat menjelaskan tafsir surah Maryam ayat satu sampai dengan ayat tujuh menyampaikan rumus terkabulnya doa yang banyak orang belum memahaminya. Surah Maryam sendiri merupakan surah ke-19 dalam Al-Qur’an yang di antaranya berisi tentang kisah-kisah keajaiban seperti kelahiran Nabi Isa bin Maryam dan kelahiran Nabi Yahya, putra Nabi Zakariya.
Ayat pertama, Allah Swt berfirman:
Ayat ini terdiri dari huruf-huruf dan memiliki keunikan tersendiri. Keunikan merupakan i’jaz (keajaiban) Al-Qur’an yang membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak mungkin buatan manusia, termasuk Nabi Muhammad Saw. Jika Nabi Saw yang mengarang Al-Qur’an, tidak akan mungkin ada bunyi ayat seperti di atas. Sebab, orang-orang akan mempertanyakan, “Muhammad sedang berbicara apa?”. Cara pembacaan ayat ini juga unik, hanya Allah Swt ajarkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw, lalu kepada sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, dan seterusnya. Dan riwayatnya yaitu mutawatir atau riwayat yang tidak mungkin sekelompok orang banyak bersepakat untuk berdusta. Buya menambahkan,
“Kalau ada ayat dalam Al-Qur’an yang tidak kita pahami, bukan berarti tidak ada maknanya. Sebab orang berakal tidak mungkin berbicara sesuatu yang tidak ada maknanya, bagaimana dengan Allah yang menciptakan manusia berakal? Makna ayat-ayat semacam ini kita serahkan kepada Allah Swt.”
Ayat kedua, Allah Swt berfirman:
Makna ayat tersebut yaitu: “Wahai Muhammad, di dalam ayat ini ada penyebutan rahmat Tuhanmu yang diberikan kepada hamba-Nya yang bernama Zakariya.” Buya menyampaikan,
“Rahmat di sini khusus, kalau kita perharikan, rahmat ini ialah rahmat keturunan.”
Ayat ketiga, Allah Swt berfirman:
Nidaan artinya seruan (naadaa-yunaadii berarti menyeru), namun Allah tidak diseru, Allah Maha Mendengar sehingga maksudnya ialah permohonan/doa. Oleh karena itu, arti ayat ini ialah: “(Yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lirih.” Keterangan “khofiyya” yang berarti pelan dan lirih memperkuat makna nidaan sebagai doa. Ketika seorang hamba berdoa kepada Allah, “Ya Allah… Ya Allah…”, maka sesungguhnya ada hal tersembunyi di balik ucapan tersebut, yaitu permohonan yang tulus dan penuh kesadaran. Buya menambahkan,
“Kalau kita menyeru Allah, itu maknanya memohon”
Menyambung dengan ayat sebelumnya, rahmat yang dimaksud yaitu jawaban Allah Swt atas permohonan Nabi Zakariya. Sebagaimana Buya menyampaikan,
“Allah memberikan rahmat berupa jawaban terhadap doa Nabi Zakariya.”
Ayat keempat, Allah Swt berfirman:
Makna ayat ini yaitu: Nabi Zakariya berdoa, “Ya Allah sesungguhnya telah lemah tulang belulangku dan telah memutih rambutku, dan aku tidak pernah punya pengalaman celaka dalam memohon kepada Engkau wahai Tuhanku.”
Maksud dari telah lemah tulang belulang yaitu Nabi Zakariya telah tiba dalam masa tua, pengambilan kata tulang ialah karena tulang merupakan komponen paling kuat dalam tubuh. Pernyataan “telah lemah tulang belulangku dan telah memutih rambutku” menampakkan kelemahan Nabi Zakariya di hadapan Allah Swt. Terdapat adab dari berdoa yang Allah ajarkan di sini, sekaligus dapat kita terapkan sebagai rumus terkabulnya doa, yaitu hendaknya kita menyadari kelemahan diri kita. Jangan sampai terselip sedikit pun rasa sombong di hadapan Allah Swt, dan juga jangan sampai kita tidak sadar akan ketidakmampuan kita. Buya menambahkan,
“Sesungguhnya Allah sangat tahu kelemahanmu karena Dia Maha Tahu, maka sadari kelemahanmu. Itulah yang akan menjadi sebab terkabulnya doa.”
Dalam ayat lain, (QS. Ghafir [40]: 60), Allah berfirman:
Allah Swt berfirman dalam ayat ini, “Mintalah kepada-Ku niscaya akan Kuberi.” Maksud permintaan di sini ialah doa yang susungguhnya. Doa yang sesungguhnya bukan hanya mengatakan, “Ya Allah, turunkan hujan kepadaku; ya Allah, berikan rezeki kepadaku; atau ya Allah, berikan jodoh untukku.” Tetapi doa yang sesungguhnya beriringan dengan kesadaran akan makna doa itu sendiri.
Rumus Terkabulnya Doa
Makna doa yang sesungguhnya yaitu permohonan yang terbangun atas dasar dua kesadaran utama. Pertama, sadar bahwa kita butuh/berhajat terhadap apa yang kita minta. Buya Yahya menyampaikan,
“Meski pun bahasa ayatnya fill amr/perintah (ud’uunii), tapi kita tidak memerintah Allah Swt, melainkan kita menunjukkan ‘butuh’ kita kepada Allah Swt, ini baru namanya doa.”
Kedua, sadar bahwa diri kita lemah di hadapan Allah Swt. Buya mencontohkan, jika kita berdoa agar Allah memperbaiki akhlak kita, sadari keburukan akhlak kita. Jika kita berdoa agar mata kita terjaga dari maksiat, sadari akan kotornya mata kita selama ini. Saat kita berdoa agar lisan kita terjaga, sadari busuknya lisan kita selama ini. Demikian juga doa-doa yang lainnya.
Jika dua kesadaran ini terpatri dalam diri kita saat memohon kepada Allah Swt, maka otomatis doa tersebut akan teriringi dengan rasa khusyuk.
Masih dalam ayat keempat, Nabi Zakariya berkata dalam doanya, “…dan aku tidak pernah punya pengalaman celaka dalam memohon kepada Engkau wahai Tuhanku.” Maksud ayat ini yaitu Nabi Zakariya mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mendapati doanya tertolak saat ia berdoa kepada Allah Swt. Perkataan tersebut merupakan tanda syukur kepada Allah Swt. Buya menambahkan,
“Dalam berdoa, di satu sisi kita sadar punya hajat kepada Allah, tapi di sisi lain kita harus bisa mensyukuri sisi yang lainnya. Allah berfirman dalam ayat lain (QS. Ibrahim [14]: 7), ‘...lain syakartum la aziidannakum…, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.’”
Sesungguhnya dalam keadaan seperti apa pun, selayaknya kita selalu bersyukur. Kenapa? Karena nikmat yang Allah beri tidak dapat terhitung, bahkan tidak kita sadari. Ada sebuah kisah pada zaman tabi’in, seseorang mendapatkan ujian dari Allah Swt berupa penyakit sejenis lepra atau korengan. Namun mulutnya selalu berucap, “Alhamdulillah”, sehingga membuat orang-orang di sekitarnya heran. Saat mereka menanyakan sebabnya, ia menjawab, “Aku bersyukur kepada Allah Swt karena dalam keadaan seperti ini aku masih bisa mengingat-Nya.”
Ayat kelima dan keenam, Allah Swt berfirman:
Dalam ayat kelima dan keenam, Nabi Zakariya menyampaikan permohonannya dengan jelas. Nabi Zakariya berdoa kepada Allah Swt: “Aku khawatir orang-orang yang bakal mengurusi setelahku (penerus setelah Nabi Zakariya, bisa anak paman, anak bibi, dan siapa saja) tidak benar, sedangkan istriku seorang perempuan yang mandul. Maka berikan kepadaku orang yang akan mengurusi urusanku, mewarisi aku (mewarisi ilmu dan kenabian), dan mewarisi keturunan Ya’qub. Dan jadikanlah orang tersebut orang yang Kau ridai.” Buya memberikan penjelasan,
“Dari ayat ini, para ulama memahami dalam berdoa hendaknya kita menghadirkan lintasan-lintasan kebaikan di masa depan, terutama kebaikan akhirat dan agama.”
Ayat ketujuh, Allah Swt berfirman:
Kemudian dalam ayat tujuh, Allah Swt memberi jawaban atas doanya berupa kabar gembira yaitu akan datang seorang keturunan dari dirinya yang kelak bernama Yahya. Makna ayat tersebut yaitu: Wahai Zakariya, sesungguhnya Kami beri kabar gembira kepadamu dengan seorang anak yang nanti diberi nama Yahya. Tidak ada orang bahkan makhluk sebelumnya yang diberi nama Yahya.
Dengan demikian, dari uraian di atas, rumus terkabulnya doa tidak lain ialah: sadari kebutuhan kita kepada Allah, sadari bahwa diri kita lemah di hadapan-Nya, selalu bersyukur dan memuji-Nya dalam doa, dan memohon dengan doa yang jelas.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pemurah mengabulkan doa-doa kebaikan kita semua. Aamiin.
Sumber: Al-Bahjah TV.
Tags: Buya Yahya, doa, kisah nabi zakariya, rumus terkabulnya doa, tafsir
Kisah Nabi Zakariya dan Rumus Terkabulnya Doa
Buku “Oase Iman” memberikan pemahaman yang mendalam namun ringan sebagai siraman hati bagi siapa pun yang membacanya. Berisi catatan buah dari renungan singkat di sepanjang perjalanan penulis dalam menjalankan tugas dakwah di jalan Allah Swt. Dari pengalaman yang berharga tersebut kemudian menjadi hikmah yang bertebaran dan dikumpulkan, kemudian dihadirkan dengan harapan adanya kebaikan dan sesuatu… selengkapnya
Rp 87.000 Rp 93.000Buku “Hadist Jibril” karya Buya Yahya ini berisi penjabaran ringkas dari satu hadist Nabi Muhammad Saw yang masyhur dengan sebutan Hadist Jibril. Karena dalam hadist tersebut terjadi dialog antara Baginda Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril. Dalam dialog khusus tersebut Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan kepada kita tentang tiga pilar agama yang jika ada salah satu… selengkapnya
Rp 56.000Buku Aqidah 50 karya Buya Yahya secara tuntas membahas pokok-pokok fundamental Aqidah Islam sebagaimana yang dibakukan oleh Ahlusunnah Waljama’ah. Buku ini menjadi penegas mengenai identitas dalam beraqidah yang benar, selain dengan mengikuti ulama Ahlusunnah Waljama’ah juga harus mengikuti cara beraqidahnya Ulama Asy’ariah atau Al-Maturidiyah, mengikuti caranya Ahlu Tasawuf (Sufi atau Sufiyah) dan mengikuti salah satu… selengkapnya
Rp 49.000Buku “Silsilah Fiqih Praktis Qurban” karya Buya Yahya merupakan sebuah panduan praktis yang memberikan pemahaman mengenai hukum dan tata cara pelaksanaan ibadah qurban. Dalam buku ini, Buya Yahya menjelaskan berbagai aspek yang terkait dengan qurban, mulai dari pengertian dan tujuan qurban, hukum-hukum yang terkait dengan hewan qurban, serta tata cara penyembelihan, pembagian, dan distribusi daging… selengkapnya
Rp 57.000Maulid Ad Diba’ merupakan salah satu kitab maulid yang dibaca dalam rangka meneladani sîrah Rasulullah saw sekaligus bershalawat kepadanya. Salah satu bentuk penyebaran agama Islam adalah melalui peringatan hari lahir pembawa risalah Islam, Nabi Muhammad saw. Kitab Maulid Ad Diba’i menjadi kita yang dibaca pada peringatan hari lahir Nabi Muhammad Saw. Sebagai ungkapan syukur perayaan… selengkapnya
Rp 25.000Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Bahjah (STAIBA) yang merupakan salah satu bagian dari Divisi Formal Yayasan Al-Bahjah... selengkapnya
Pelaksanaan hari raya Idulfitri di Indonesia identik dengan halal bihalal bersama keluarga besar, tetangga dan orang-orang yang dihormati di lingkungan... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Komunikasi harus senantiasa dilakukan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Karena tidak sedikit permasalahan berawal dari buruknya komunikasi... selengkapnya
Oleh: Imam Abdullah, B.Sc. MA. Hukum Shalat Ied Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Hukum melaksanakan shalat Ied adalah sunnah mu’akkadah, baik... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sahabat Pustaka sekalian, tak terasa Ramadhan tinggal menghitung hari. Sebagai orang beriman, kita tentu harus bergembira... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Menelisik peristiwa yang terjadi di Palestina, setidaknya ada tiga pihak yang terlibat di dalamnya. Pertama adalah rakyat... selengkapnya
PUSTAKA AL-BAHJAH-ARTIKEL-Bulan Rabi’ul Awal selalu menjadi momentum spesial untuk kembali mengenang perjuangan Rasulullah, memperingati hari kelahiran manusia terbaik yang pernah... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt yang paling mulia di muka bumi karena kesempurnaannya melebihi makhluk... selengkapnya
Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Wajah moral anak bangsa belakangan ini tampaknya kian bopeng. Banyak pemberitaan yang membuat kita menitikkan air mata.... selengkapnya
Saat ini belum tersedia komentar.