fbpx
Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

CS Pustaka
● online
CS Pustaka
● online
Halo, perkenalkan saya CS Pustaka
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka Setiap Hari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00 Hari Besar Islam Tutup
Beranda » Blog » Menyoal Cadar: Antara Syariat dan Budaya

Menyoal Cadar: Antara Syariat dan Budaya

Diposting pada 26 Mei 2024 oleh Redaksi / Dilihat: 260 kali / Kategori:

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Isu mengenai cadar selalu menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan, terlebih bagi anak-anak muda yang baru mengetahui dakwah Islam. Istilah hijrah bagi muslimah kekinian sering kali dipahami dengan perubahan penampilan dan pakaian secara keseluruhan. Namun, sebagian orang dari kalangan feminisme barat menganggap bahwa cadar adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan dengan berdasar kepada anggapan mengenai cadar yang membatasi perempuan dalam berinteraksi sosial. Selain itu cadar juga dianggap sebagai budaya Arab yang dinilai tidak cocok diinterpretasikan di masyarakat Indonesia pada umumnya.

Berangkat dari hal tersebut, penulis ingin memaparkan penjelasan para ulama mengenai pembahasan dimaksud. Para ulama membagi aurat wanita kepada 2 hal, yaitu aurat dalam shalat dan aurat di luar shalat. Pertama, secara umum perintah untuk menutup aurat tertera dalam Al-Quran Surat An-Nur ayat 31:

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ

Artinya:

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…”

Khatib As-Syirbini dalam kitab Al-Iqna menyebutkan bahwa ayat tersebut menjelaskan tentang aurat wanita merdeka dalam shalat yang mencakup seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan bagian dalam dan luarnya sampai kepada pergelangan tangan. Senada dengan As-Syirbini, Abdul Wahab As-Sya’rani dalam Al-Mizan Al-Kubra menyebutkan:

ومن ذلك قول مالك والشافعي وأحمد في إحدى روايتيه إن الحرة كلها عورة إلا وجهها وكفيها مع قول أبي حنيفة إنها كلها عورة كذلك إلا وجهها وكفيها وقدميها ومع الرواية عن أحمد إلا وجهها خاصة

Artinya:

“Dari penjelasan mengenai itu (syarat shalat) adalah perkataan Malik, As-Syafii, dan Ahmad di salah satu riwayatnya bahwa wanita merdeka seluruh tubuhnya adalah aurat selain dari wajah dan kedua telapak tangan. Abu Hanifah juga berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat selain wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki. Sedangkan menurut Ahmad selain wajahnya saja”.

Kedua, berkaitan dengan aurat wanita di luar shalat, An-Nawawi dari kalangan Syafiiyah dalam Minhaj At-Thalibin mengatakan:

ويحرم نظر فحل بالغ إلى عورة حرة كبيرة أجنبية وكذا وجهها وكفيها عند خوف فتنة وكذا عند الأمن على الصحيح

Artinya:

“Haram kepada laki-laki melihat aurat wanita merdeka dewasa ajnabiyah termasuk wajah dan kedua telapak tangan jika dikhawatirkan munculnya fitnah atau ketika aman (dari fitnah) menurut qaul yang shahih”.

Dari penjelasan tersebut, pada dasarnya kalangan Syafiiyah menganggap wajah sebagai bagian aurat wanita yang harus ditutup, sehingga mereka mewajibkan perempuan untuk memakai cadar mengikuti pendapat yang dishahihkan.

Senada dengan hal itu, Syaikh Ramadhan Al-Buthi mewajibkan cadar untuk perempuan, dalam Fiqhu As-sirah beliau menyebutkan satu kisah tentang seorang perempuan muslimah yang belanja di pasar Yahudi Bani Qainuqa di Madinah dengan memakai cadar. Yahudi Bani Qainuqa yang tidak senang dengan itu memaksanya untuk menanggalkan cadarnya, tetapi ia tida menghendakinya. Sehingga mereka dengan sengaja menyingkap seluruh pakaiannya dan terlihatlah seluruh bagian tubuhnya.

Dari kisah tersebut, Syaikh Ramadhan Al-Buthi menganggap bahwa hijab yang disyariatkan dalam Islam adalah dengan harus menutupi wajah secara sempurna. Beliau menegaskan:

وإذا تأملت في حال المسلمين اليوم وما عمّ فيه من الفسق والفجور وسوء التربية والأخلاق، علمت أنه لا مجال للقول بجواز كشف المرأة وجهها والحالة هذه

Artinya:

“Ketika saya memikirkan keadaan kaum muslimin saat ini yang penuh dengan kefasikan, kejelekan dan akhlak yang buruk, saya menjadi sadar bahwa tidak ada ruang untuk membolehkan seorang perempuan membuka wajahnya pada kondisi saat ini”.

Dari penjelasan di atas kita bisa mengetahui bahwasannya pemakaian cadar bagi perempuan dalam Islam adalah salah satu upaya untuk melindungi dan memuliakan kaum perempuan dari segala hal yang tidak diinginkan bersamaan dengan perhatian yang besar terhadap kerukunan dan moralisme serta budaya di masyarakat.

Wallahu a’lam bish shawab.

 

Penulis: Gifari Anta Kusuma (Mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir)

 

Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.

Tags: , , , ,

Bagikan ke

Menyoal Cadar: Antara Syariat dan Budaya

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Menyoal Cadar: Antara Syariat dan Budaya

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: