fbpx
Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

CS Pustaka
● online
CS Pustaka
● online
Halo, perkenalkan saya CS Pustaka
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka Setiap Hari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00 Hari Besar Islam Tutup
Beranda » Blog » Mengapa Ada Perbedaan Mazhab? Begini Penjelasannya

Mengapa Ada Perbedaan Mazhab? Begini Penjelasannya

Diposting pada 23 Juli 2024 oleh Redaksi / Dilihat: 231 kali / Kategori:

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Sudah menjadi rahasia umum bahwa Allah Swt. menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman utama bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Hal inilah yang menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam. Tidak kalah penting dengan Al-Quran, hadis Nabi Muhammad Saw. juga mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam peranannya sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Yang demikian itu karena salah satu fungsi hadis adalah menjelaskan isi Al-Qur’an dan menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat di dalamnya. Lalu muncul pertanyaan, mengapa sumber hukum yang sama menyebabkan adanya perbedaan mazhab?

Manusia sebagai Makhluk Berpikir

Alasan utama yang menyebabkan adanya perbedaan mazhab adalah karena manusia diciptakan dengan tabiat yang menghendaki kebebasan berpikir. Perbedaan-perbedaan dimaksud mulai tampak di era para sahabat sepeninggal Rasulullah Saw. Seperti fatwa yang disampaikan oleh Sahabat Utsman r.a. yang membolehkan seorang istri mendapatkan warisan dari suami yang menceraikannya dalam keadaan sakit yang mendekati kepada ajal, walaupun kematian suaminya tersebut terjadi setelah selesai masa iddahnya. Berbeda halnya dengan Sahabat Umar r.a. yang berfatwa akan kebolehan hal tersebut sebelum selesainya masa iddah, maka istri tidak mendapat warisan suami setelah selesai masa iddahnya.

Tinjauan Ulang Masalah-Masalah Kontemporer

Perbedaan yang terjadi pada masa sahabat disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah munculnya masalah baru yang tidak pernah terjadi pada masa Nabi Saw. Hal tersebut mengharuskan peninjauan ulang dan studi kasus, sehingga di antara para sahabat ada yang menggunakan prinsip qiyas, yaitu menyerupakan satu hal yang tidak ada pada nas Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskannya dengan satu hal, yang kedua sumber tersebut telah menetapkan hukumnya serta sudah diketahui sebab dari ditetapkannya hukum tersebut. Sedangkan sebagian lainnya menggunakan prinsip maslahat atau meninjau dampak positif yang ditimbulkan dari hal dimaksud.

Kemunculan Dua Madrasah Kenamaan

Metodologi dalam penetapan hukum semakin beragam bersamaan dengan penyebaran para sahabat ke beberapa daerah Islam, sehingga muncul dua madrasah kenamaan yaitu Madrasah Hadits di Madinah dan Madrasah Ra’yi di Irak. Kedua madrasah inilah yang nantinya akan memengaruhi cara pandang para ulama setelahnya dalam mengistinbat satu hukum. Para alumni madrasah hadis cenderung bersandar kepada hadis-hadis dalam menetapkan hukum tanpa menggunakan rasio akal. Sedangkan alumni Madrasah Ra’yi, mereka menggunakan akal dalam menentukan sebab-sebab ditetapkannya satu hukum.

Bersamaan dengan berakhirnya era sahabat, muncul era baru yaitu era keempat Imam Mazhab yakni Imam Abu Hanifah (w.150), Imam Malik (w.179), Imam Syafii (w.204) dan Imam Ahmad (w.241). Pada era ini, peranan kedua madrasah tadi masih sangat kuat, sehingga tidak jarang ditemukan perdebatan-perdebatan antara dua kelompok tersebut. Untuk menengahinya, atas permintaan dari Abdurrahman bin Mahdi (salah satu pakar hadis kenamaan Irak), Imam Syafii membuat terobosan baru dengan menyusun satu kitab yang dinamakan Ar-Risalah. Topik yang di muat di dalamnya adalah tentang metodologi Imam Syafii dalam menetapkan hukum.

Metodologi Sumber Pengambilan Hukum

Setelah itu para ulama dari setiap mazhab menyusun metodologinya masing-masing, seperti yang di lakukan oleh Imam Ahmad dengan menyusun kitab Al-Ilal dan kitab An Nasikh wal Mansukh. Dari sinilah dapat diketahui perbedaan metodologi dari setiap mazhab dalam penetapan satu hukum. Mazhab Hanafi dalam menetapkan satu hukum berlandaskan kepada Al-Qur’an, hadis, ijma, qaul sahabat, istihsan dan urf. Adapun Mazhab Maliki bersandarkan kepada Al-Qur’an, hadis, ijma, amal ahli Madinah, fatwa sahabat, qiyas, mashalih mursalah, istihsan dan saddu dzara’i. Adapun sumber hukum Mazhab Syafii adalah Al-Qur’an, hadis, ijma, qaul sahabat dan qiyas. Adapun Mazhab Hambali bersandar kepada Al-Qur’an, hadis, ijma, fatwa sahabat, hadis mursal dan dhaif jika tidak ada dalil lain serta qiyas.

Perbedaan Para Ulama

Berhubungan dengan Al-Qur’an, di dalamnya terdapat ayat-ayat yang bersifat Qat’iyyah tsubut (pasti) yang mana para Fuqaha sepakat mengenai tendensi hukumnya seperti kewajiban shalat dan keharaman khamr, ada juga yang bersifat dzanniyah dalalah (praduga) yang mana para ulama berbeda pendapat mengenai perincian hukumnya seperti batasan kepala yang wajib dibasuh ketika wudu, hal ini berkaitan dengan penggalan ayat dalam QS. Al-Maidah: 6 :برؤوسكم وامسحوا “dan basuhlah kepalamu”. Menurut Hanafiah huruf Ba dalam penggalan ayat di atas dimaknai dengan Ilsaq atau menempelkan, sehingga maknanya adalah menempelkan tangan kepada kepala. Dan dapat diketahui batasan tangan ketika menyentuh kepala adalah setengah bagian kepala. Sedangkan kalangan Malikiyah melirik makna Ru’us (kepala), di mana tidak disebut membasuh kepala jika tidak membasuh semua bagiannya. Adapun Syafiiyah membolehkan walau hanya dengan membasuh bagian kecil dari kepala. Itulah sebagian kecil dari perbedaan para ulama dalam memahami ayat Al-Qur’an.

Selanjutnya, dalam menyikapi perbedaan pendapat para ulama ada beberapa hal yang kiranya harus diimplementasikan. Di antaranya adalah berprasangka baik kepada para ulama, hal ini bisa direalisasikan dengan menanamkan keyakinan bahwa para ulama adalah orang-orang yang mempunyai keagungan dengan keilmuan yang dimilikinya, maka pada dasarnya tidak ada yang paling berhak untuk diprasangkai baik selain para ulama. Alangkah mudahnya manusia modern ini menuduh para ulama dengan yang tidak seharusnya.

Kedua, berinteraksi dengan baik kepada orang yang berbeda mazhab. Karena para ulama pun senantiasa berlaku baik kepada siapa pun termasuk kepada orang yang berbeda cara pandangnya.

Ketiga, tidak mudah menyalahkan. Penulis pernah membaca sebuah tulisan yang pada intinya menerangkan bahwa para ulama menganggap benar akan semua pendapat yang dikeluarkannya tetapi juga tidak menganggap salah pendapat yang berseberangan dengannya, karena mungkin saja di suatu keadaan pendapat yang lainlah yang akan diprioritaskan. Dari pemaparan di atas, barang kali dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan adanya perbedaan mazhab adalah:

  1. Tabiat manusia yang menyukai kebebasan berpikir.
  2. Munculnya masalah kontemporer yang membutuhkan tinjauan ulang.
  3. Munculnya dua madrasah kenamaan di Madinah dan Irak.
  4. Perbedaan metodologi dalam sumber pengambilan hukum.
  5. Perbedaan pemahaman para ulama mengenai ayat Al-Qur’an yang bersifat dzanniyah dalalah (praduga).

Demikianlah pemaparan yang berusaha penulis hadirkan. Tentu itu semua tidak mencakup keseluruhan topik dimaksudkan karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan penulisan, hanya saja penulis berpegang kepada prinsip apa yang tidak bisa dijangkau keseluruhan tidak boleh ditinggalkan semuanya.

 

Wallahu a’lam bisshawab

 

Penulis: Gifari Anta Kusuma (Mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir)

 

Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.

Tags: ,

Bagikan ke

Mengapa Ada Perbedaan Mazhab? Begini Penjelasannya

Saat ini belum tersedia komentar.

Mohon maaf, form komentar dinonaktifkan pada halaman/artikel ini.

Mengapa Ada Perbedaan Mazhab? Begini Penjelasannya

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: