Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

CS Pustaka
● online
CS Pustaka
● online
Halo, perkenalkan saya CS Pustaka
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka Setiap Hari pukul 08.00 s.d. pukul 16.00 Hari Besar Islam Tutup
Beranda » Blog » Larangan Mengumbar Aib Zina: Jangan Sampai Dibuka Apa Lagi Diceritakan

Larangan Mengumbar Aib Zina: Jangan Sampai Dibuka Apa Lagi Diceritakan

Diposting pada 4 Maret 2025 oleh Redaksi / Dilihat: 198 kali / Kategori:

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Dalam Islam, dosa zina adalah termasuk dosa besar yang mana pelakunya sangat hina dan dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pelaku zina martabatnya sangat rendah dan pelakunya mendaptkan stigma negatif dalam kehidupan sosial. Sebelum Islam datang, masyarakat jahiliyah pra-kenabian dengan berbagai macam keburukan sekalipun, mulai dari merampas harta orang lain sampai mengubur anak perempuan, tetapi mereka tidak mau melakukan zina.

Pasca-peristiwa Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah) yang terjadi pada tanggal 20 Ramadan 8 H, Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil sekelompok wanita Quraisy yang ingin masuk Islam, dengan melakukan baiat (perjanjian) kepada Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Nabi Muhamad Salallahu ‘Alaihi Wassalam pun bertanya kepada mereka,

“Apakah kalian mau berjanji kepadaku agar tidak menyekutukan Allah?”

“Tentu kami bersedia wahai Nabiyullah”

“Apakah kalian mau berjanji kepadaku agar tidak meninggalkan solat?”

“Tentu kami bersedia ya Rasulullah”

“Apakah kalian mau berjanji kepadaku agar tidak melakukan zina?”

Seketika Hindun saat itu berdiri dan berkata, “Ya Muhammad, apakah sebegitu rendahnya kami sehingga agar tidak berzina pun kami harus berbaiat kepadamu?”

Hal ini menunjukkan dengan banyaknya kerusakan yang terjadi pada masa jahiliyah, tetapi itu tidak membuat mereka rela mengumbar bahkan menjual murah kehormatan mereka dengan melakukan perzinaan. Wanita mulia tidak akan pernah mau berzina bahkan akan merasa jijik dengan perbuatan rendah tersebut. Perbuatan yang menyebabkan pelakunya rendah, hina, dan stigma negatif kecuali jika dia bertobat dengan taubatan nasuha.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32)

Pelaku zina itu sendiri jika dia melakukan zina dan diketahui perbuatannya baik dengan iqrar-nya (pengakuan) ataupun dengan empat orang saksi, maka dia akan mendapatkan hukuman yang berat di dunia. Baik dia belum menikah apa lagi sudah menikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari dua ratus kali dera, dan janganlah kasihan belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekelompok orang-orang yang beriman.”

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat yang mulia ini terkandung hukum had bagi orang yang berzina. Para ulama telah membahas hukuman zina ini. Kesimpulannya, ayat ini adalah hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah. Sebutan hukuman had-nya adalah didera 100 kali. Menurut jumhur ulama, ditambah diasingkan selama satu tahun. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat, pengasingan ini diserahkan kepada imam apakah perlu atau tidak. Sedangkan untuk pelaku zina muhshan (telah berhubungan dalam ikatan pernikahan yang sah), hukuman had-nya adalah dirajam.

Hal itu berdasarkan hadis shahihain dari Abu Hurairah dan Zaid Ibnu Khalid Al Juhani, bahwa ada dua orang Badui yang datang menghadap Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam.

Salah seorang mengatakan,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak laki-lakiku pernah menjadi pekerja orang ini, dan ternyata anakku itu berzina dengan istrinya. Maka aku tebus anak laki-lakiku ini darinya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak perempuan. Kemudian saya bertanya kepada orang alim, maka mereka mengatakan bahwa anakku dikenai hukuman seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan istri orang ini dikenai hukuman rajam.”

Maka Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam berkata,

“Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku akan melakukan peradilan di antara kamu berdua berdasarkan kitabullah. Budak perempuan dan ternak kambingmu mengembalikanmu. Anak laki-lakimu dihukum hukuman seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun. Sekarang pergilah kamu, hai Unais, kepada istri lelaki ini. (Tanyailah dia) jika dia mengaku, maka hukum rajamlah dia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ulama menjelaskan kenapa hukuman bagi yang sudah menikah lebih berat? Karena status mereka yang sudah menikah itulah yang membuat hukuman mereka diperberat dibandingkan bagi yang belum menikah.

Orang yang pertama mendapat rajam adalah Ma’iz bin Malik. Kisah Ma’iz dimuat dalam beberapa kitab hadis dalam bab hudud, di antaranya hadis (3561) dalam kitab Mirqah al-Mafatih. Diceritakan, Ibnu Abbas r.a. berkata, “Ketika Ma’iz datang kepada Rasulullah (mengaku zina). Rasulullah berkata padanya, ‘Barang kali kamu hanya menciumnya, atau hanya menyentuhnya, atau hanya melihatnya?’ Ma’iz berkata, ‘Tidak,’ Rasul berkata, ‘Kamu telah menjimaknya?’ Ma’iz berkata, ‘Iya, wahai Rasul.’”

Syekh Ali bin Muhammad Sultan al-Qari meneruskan (dalam syarahnya) hadis di atas dengan menukil perkataan Imam Himam, bahwa Abu Daud, Al-Nasai dan Abdur Razaq meriwayatkan, “Nabi sampai empat kali berusaha menolak pengakuan Ma’iz. Baru kedatangan yang kelima beliau menerimanya.”

“Kamu telah menyetubuhinya?” tanya rasul.

“Iya.”

“Sampai sesuatu (kemaluan) darimu masuk ke sesuatu (kemaluan) miliknya?”

“Iya.”

“Seperti masuknya jarum ke tempat celak, atau timba ke sumur?”

“Iya.”

“Apakah kamu tahu apa itu zina?”

“Iya. Yakni aku bersetubuh dengannya (perempuan) yang haram seperti bersetubuh dengan perempuan halal.”

“Lantas apakah yang kamu inginkan dari ucapanmu ini?”

“Aku ingin Engkau membersihkanku (menerapkan hukum Allah).”

Maka Rasul memerintahkan dia dirajam. Setelah itu, beliau mendengar dua orang sedang bercakap, “Lihatlah orang yang aibnya telah ditutup Allah, namun dia tidak membiarkan dirinya kecuali dirajam layaknya anjing.”

Sementara waktu, Nabi hanya diam. Namun, beberapa saat setelah melewati bangkai khimar, beliau berkata,

“Di mana fulan dan fulan?”

Mereka berkata, “Kami di sini, wahai Rasul.”

Beliau berkata, “Turunlah, makanlah bangkai khimar ini.”

Mereka berkata, “Siapakah yang bisa memakan bangkai ini, wahai Rasul?”

Beliau berkata, “Apa yang kalian peroleh karena (merusak) kehormatan teman kalian itu lebih busuk dari pada khimar ini. Demi Dzat yang nyawaku ada di genggaman-Nya, bahwa sesungguhnya dia (Ma’iz) sekarang sedang di sungai-sungai surga, menyelam di dalamnya.”

Dari riwayat di atas, menunjukkan bahwa Nabi berusaha untuk menutupi aib perzinaan seorang hamba. Walapun Nabi berusaha untuk meringankannya dan berharap sahabat tersebut menarik kembali iqrar-nya (pengakuan), tetapi dengan mantap dan iman sahabat tersebut tetap mengakui perzinaannya dengan sebab iqrar.

Islam sangat mengharuskan untuk menutupi aib zina, jangan sampai dibuka apa lagi diceritakan dengan penuh rasa bangga kalau dia telah berzina. Dalam Islam, seseorang yang menuduh seseorang berzina dan dia tidak bisa membuktikannya dengan saksi empat orang atau iqrar maka orang tersebut akan dihukumi qozaf dengan dicambuk sebanyak 80 kali dan amal ibadahnya tidak diterima (mendapatkan pahala) selama 40 hari.

Jika aibnya seorang pezina sudah terbuka, baik karena keteledorannya sendiri atau dari cerita mulut orang lain, maka dikhawatirkan akan sulit baginya untuk bertobat atau mungkin dia akan melanjutkan perbuatan dosanya karena sudah merasa jijik dengan stigma zina. Tetapi jika dia tutup aib zinanya, maka tidak ada yang tahu dia telah melakukan perbuatan zina kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga diharapkan dia bisa bertobat, menyesali perbuatannya, dan tidak melakukan lagi perbuatan hina tersebut.

Yang berzina maka bertobatlah dari zina, yang mengetahui zina jangan lagi kita ekspos atau share, cukup kita mendoakan mereka semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka dan menjadi manusia mulia dunia akhirat. Semoga Allah menjauhkan kita dan keluarga kita dari dosa zina yang hina dan dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amin

 

Penulis: Ali Alhinduan, S.H., M.Pd.

Penyunting: Idan Sahid

 

Tulisan website Pustaka Al-Bahjah merupakan platform bacaan yang ditulis oleh masyarakat umum sebagai media literasi. Submit tulisanmu dengan cara ini.

Tags: ,

Bagikan ke

Larangan Mengumbar Aib Zina: Jangan Sampai Dibuka Apa Lagi Diceritakan

Saat ini belum tersedia komentar.

Mohon maaf, form komentar dinonaktifkan pada halaman/artikel ini.
Hakikat Ketakwaan
3 Desember 2022

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Takwa merupakan inti dari perintah Allah Swt kepada hamba-Nya. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ‘yang paling... selengkapnya

Hukum Sedekah Tapi Punya Utang yang Sudah Jatuh Tempo
6 Maret 2025

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Dalam kehidupan sehari-hari, banyak di antara kita yang memiliki utang, baik kepada individu maupun lembaga. Latar belakang... selengkapnya

Mencium Tangan Guru: Tradisi Hormat atau Tanda Pengkultusan?
21 September 2024

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon –Mencium tangan guru merupakan sebuah tradisi yang masuk ke dalam bab tabarruk. Tabarruk sendiri berarti mengambil berkah... selengkapnya

Shalat Tarawih Namun Tidak Ba’diyah Isya? Anda Merugi!
9 April 2023

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Shalat Tarawih merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan untuk menghidupkan malam bulan Ramadhan. Namun ketika shalat... selengkapnya

Gegara Dua Butir Kurma
2 Maret 2024

Oleh: Herry Munhanif Lelaki itu dengan susah payah menempuh perjalanan yang melelahkan selama berbulan-bulan, demi mendapatkan keikhlasan pemilik dua butir... selengkapnya

Multaqo Al-Bahjah dan Kisah Ahli Neraka yang Selamat Karena Persahabatan
23 Maret 2022

Pustaka Al-Bahjah Cirebon – Sebagai bentuk sarana mempererat tali silaturahmi ‘temu kangen’ keluarga besar Al-Bahjah dan para alumni, Ahad 17... selengkapnya

Serba-Serbi Perayaan Maulid dan Silaturahmi Akbar Al-Bahjah, Ada Jamuan 12.000 Nampan “Toamul Barokah”, Bagaimana Proses Pembuatannya?
4 Oktober 2022

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Menjamu makan tamu adalah hal biasa, namun bagaimana jika yang dijamu jumlahnya mencapai puluhan ribu orang?... selengkapnya

Masih Punya Utang Puasa Namun Tidak Ingat Jumlahnya, Apa Yang Harus Dilakukan?
20 Maret 2023

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – Sahabat sekalian, puasa merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Siapa pun yang meninggalkan puasa... selengkapnya

Tip Bagi Kamu yang Sering Bosan Saat Membaca Buku
15 Desember 2023

Pustaka Al-Bahjah, Cirebon – “Buku adalah jendela dunia.” Ungkapan tersebut sering kali menjadi kata motivasi bagi seseorang agar selalu membaca... selengkapnya

Ayo Belajar Shalat
29 Maret 2024

Judul Buku      : Silsilah Fiqih Praktis Shalat Penulis             : Buya Yahya Penerbit           : Pustaka Al-Bahjah Tebal Buku      : 156 Halaman... selengkapnya

Larangan Mengumbar Aib Zina: Jangan Sampai Dibuka Apa Lagi Diceritakan

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: